Bisakah Ojol Dapat Kesejahteraan dan Diakui Jadi Angkutan Umum?
Pengemudi ojek on-line (ojol) bakal unjuk rasa pada Kamis (29/8). Dikabarkan 500 hingga 1.000 pengemudi akan turun ke jalan.
Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Bold Garda Indonesia Igun Wicaksono mengatakan ada dua tuntutan utama yang mereka suarakan. Pertamapenurunan tarif potongan yang dikenakan platform ke pengemudi.
“Skema tarif baiknya tidak naik, tapi potongan aplikasi yang diturunkan karena potongan aplikasi saat ini mencapai 20 persen bahkan lebih hingga 30 persen,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (28/8).
Kedua, menuntut agar pemerintah melegalkan pekerjaan ojol dengan memasukkannya dalam undang-undang. Sebab, UU saat ini tidak mengatur sepeda motor sebagai angkutan umum.
Menurut Igun, para pengemudi ojol makin tertekan oleh perusahaan aplikasi. Di lain sisi, pemerintah dituding belum mampu berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan para mitra perusahaan aplikasi.
“Dikarenakan hingga saat ini standing hukum ojek on-line ini, kami nilai masih ilegal tanpa adanya prison status berupa undang-undang. Dengan belum adanya prison status bagi para pengemudi ojol maka perusahaan aplikasi bisa berbuat sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform. Dan tanpa dapat diberikan sanksi tegas oleh pemerintah,” tuturnya.
Lalu mungkin ojol menjadi angkutan umum?
Pengamat Transportasi Djoko Djoko Setijowarno mengatakan sangat tidak memungkinkan untuk mengatur sepeda motor sebagai angkutan umum karena akan merugikan negara.
“Ya sekarang bayangkan, angkutan umum bisa dapat subsidi. Kalau ojol yang jumlahnya ribuan itu bayangkan dapat subsidi, ya abis uang negaranya,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com.
Senada, Pengamat Transportasi Universitas Indonesia Andyka Kusuma juga tidak setuju apabila sepeda motor diubah statusnya sebagai kendaraan umum. Sebab, hanya bisa menampung satu penumpang, meski dia menjadi sumber penghasilan banyak masyarakat.
“Saya sangat setuju kalau sepeda motor tidak dianggap sebagai angkutan umum. Angkutan umum itu harus berbasis masal, mengangkut banyak orang. Bagaimana dengan sepeda motor, berapa kapasitasnya dapat diangkut dalam satuan waktu tertentu?,” jelasnya.
Lagi pula, ia menilai tidak mudah mengubah standing dari transportasi menjadi umum. Banyak aspek yang dipertimbangkan, seperti dari sisi keselamatan.
“Belum lagi kalau kita bicara keselamatan di jalan. Bisa dilihat dari information kecelakaan, 90 persen kecelakaan di jalan melibatkan sepeda motor. Kalau sepeda motor dianggap angkutan umum, dari sisi keselamatan menjadi pertanyaan,” imbuhnya.
Karenanya, meski ojol menjadi sumber penghasilan bagi banyak rumah tangga, tidak bisa dijadikan angkutan umum. Apalagi, selama ini tidak ada keterlibatan pemerintah dengan proses rekrutmen pengemudi.
“Meski banyak masyarakat yang terbantu. Ojol itu sebenarnya hanya urusan pengemudi dan aplikator, di mana aplikator menganggap pengemudi sebagai mitra,” jelasnya.
Bersambung ke halaman berikutnya…