BPS Catat 9,48 Juta Anak Putus Sekolah Menengah Sejak 2019
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kelas menengah menurun sejak 2019 hingga 2024.
Pada 2019, jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari overall penduduk. Kemudian turun menjadi 53,83 juta atau 19,82 persen.
Jumlah kelas menengah terus turun menjadi 48,27 juta atau 17,44 persen pada 2023. Kemudian turun menjadi 47,85 juta atau 17,13 persen.
“Jumlah dan persentase penduduk kelas menengah mulai menurun pasca pandemi, sebaliknya jumlah dan persentase penduduk menuju kelas menengah meningkat,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam paparannya di rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (29/8).
Amalia memaparkan jumlah kalangan menuju kelas menengah justru naik. Pada 2019, jumlahnya tercatat sebanyak 128,85 juta atau 48,2 persen. Kemudian, naik menjadi 137,5 juta atau 49,22 persen pada 2024.
Ia menjelaskan kriteria kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya berkisar 3,5 – 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Financial institution Dunia atau sekitar Rp2.040.262 – Rp9.909.844 in step with kapita in step with bulan. Sementara kriteria menuju kelas menengah pengeluarannya berkisar 1,5 – 3,3 kali garis kemiskinan atau sekitar Rp874.398 – Rp2.040.262 in step with kapita in step with bulan.
Amalia mengatakan modus pengeluaran kelas menengah sebesar Rp2.056.494, artinya penduduk kelas menengah memang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah yang sebesar Rp2.040.262.
“Hal tersebut mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas dan rentan untuk jauh ke kelompok menuju kelas menengah bahkan rentan miskin,” kata Amalia dalam paparannya.
Amalia mengatakan knowledge ini menjadi catatan bagi pemerintah karena kelas menengah dan menuju kelas menengah akan menjadi bantalan perekonomian di masa mendatang.
Pasalnya, jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah mencakup 66,6 persen overall penduduk dan nilai konsumsi pengeluarannya mencakup 81,49 persen dari overall konsumsi masyarakat.
“Oleh sebab itu, penguatan daya beli diperlukan tidak hanya untuk kelompok miskin tetapi juga kelas menengah terutama menuju kelas menengah,” katanya.
(fby/sfr)