Pergerakan Inflasi China pada September 2024 Melambat
Jakarta, CNN Indonesia —
Tingkat kenaikan inflasi Cina melambat pada September 2024. Keadaan itu menjadi sinyal bahwa permintaan konsumen di China pun masih rapuh sepanjang bulan lalu.
Diberitakan AFPMinggu (13/10), Biro Statistik Nasional China mencatat indeks harga konsumen (IHK) meningkat 0,4 persen (yoy) pada September 2024.
Knowledge IHK yang menjadi tolok ukur utama inflasi itu turun dari Agustus 2024 sebesar 0,6 persen. Angka itu juga di bawah perkiraan 0,6 persen dari survei para ekonom Bloomberg.
Melambatnya inflasi itu terjadi ketika pemerintah setempat berupaya untuk meningkatkan aktivitas domestik dan menopang sektor properti China yang sedang terpuruk.
Padahal, pada Sabtu (12/10), pejabat China baru saja mengumumkan rencana paket stimulus fiskal yang signifikan. Menteri Keuangan China menjelaskan paket stimulus itu merupakan yang terbesar selama beberapa tahun terakhir.
China juga disebut bersiap menerbitkan obligasi khusus untuk memperkuat perbankan sekaligus menopang pasar properti dan meringankan utang pemerintah daerah.
Pada waktu yang sama, bank-bank besar di China berjanji akan menurunkan suku bunga hipotek atau kredit mulai 25 Oktober.
Deretan langkah ini menjadi bagian dari deretan tindakan yang dilakukan China untuk mengatasi krisis sektor properti selama bertahun-tahun dan rendahnya konsumsi dari masyarakat.
Di sisi lain, Biro Statistik Nasional mengumumkan bahwa harga di tingkat pabrik turun 2,8 persen tahun ke tahun (yoy). Hal itu memperpanjang periode deflasi yang telah berlangsung sejak akhir 2022.
China tengah berjuang melawan indeks harga yang rendah dan negatif dalam beberapa waktu terakhir. Hal itu berbeda dari keadaan negara ekonomi di Barat yang bergulat dengan ancaman inflasi tinggi.
Pada akhir 2023, China bahkan mencatat diterpa deflasi selama empat bulan, dengan kontraksi harga konsumen paling tajam dalam 14 tahun pada Januari 2024, namun, pemerintah menegaskan bahwa goal pertumbuhan ekonomi tahunan China sebesar sekitar lima persen masih dalam jangkauan.
Meski begitu, sejumlah ahli menganggap hal itu terlampau ambisius karena krisis sektor properti. Pengangguran di kalangan pemuda juga semakin mempersulit upaya untuk pemulihan.
(frl/mik)