BPN Tak Cukup Bantu Prabowo Kerek Rasio Pajak ke 23 Persen
Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Penerimaan Negara (BPN) diklaim tak cukup untuk mewujudkan mimpi Prabowo Subianto menaikkan rasio pajak Indonesia ke 23 persen.
Institute for Building of Economics and Finance (INDEF) membedah peluang Prabowo mencapai mimpinya. Walau, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho menilai BPN tak cukup ampuh mengerek tax ratio.
“Kalau kita berbicara mengenai penerimaan perpajakan, beberapa kali kita memberikan insentif, beberapa kali juga kita melakukan reformasi perpajakan. Tetapi untuk meningkatkan tax ratio ini setengah mati, apalagi kalau berbicara mengenai goal yang diinginkan presiden terpilih 23 persen tax ratio. Optimis?” kata Andry dalam Diskusi Publik INDEF secara digital, Minggu (18/8).
“Sangat sulit ya 23 persen, sangat rumit,” timpal Researcher Middle of Meals, Power, and Sustainable Building INDEF Dhenny Yuartha.
“Sangat-sangat sulit. Jadi, sangat sulit. Apalagi, kalau obatnya hanya Badan Penerimaan Negara. Kemungkinan (BPN) dioperasikan sepenuhnya bisa berjalan secara optimum di lima tahun (ke depan), jadi kita harus menunggu konsolidasi yang cukup panjang,” jelas Andry.
INDEF menjelaskan ada tiga dinamika utama dalam wacana pembentukan BPN.
Pertama, tahap pembentukan atau surroundings regulasi. Kedua, tahap penyesuaian kelembagaan. Ketiga, tahap konvergensi atau divergensi kelembagaan.
Dhenny Yuartha menegaskan proses tersebut tak sebentar. Menurutnya, waktu paling singkat adalah 5 tahun hingga 10 tahun agar Badan Penerimaan Negara mulai beroperasi.
“Bahkan, tahap pembentukan pun tidak hanya 1 tahun-2 tahun, ada konsensus politik yang perlu dilakukan. Belum lagi setelah itu terbentuk, bagaimana penyusunan atau migrasi kelembagaan,” tutur Dhenny.
“Ini menjadi penting ketika kita punya prioritas lain untuk menggenjot penerimaan. Apakah 5 tahun sampai 10 tahun ke depan itu value itu dengan fokus kita untuk menggenjot penerimaan dan beralih fokus mengganti ke Badan Penerimaan Negara?” sambungnya skeptis.
Tax ratio memang menjadi salah satu sorotan presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto. Ia mengkritik ‘kutukan’ Indonesia yang hanya bisa mencapai rasio pajak di kisaran 10 persen dalam beberapa tahun belakangan.
Padahal, Prabowo yakin Indonesia bisa menggenjot capaian tersebut, setidaknya ke stage 16 persen yang setara Thailand. Salah satu upayanya bukan terpaku pada kenaikan pajak, melainkan memperluas foundation perpajakan atau jumlah wajib pajak di Indonesia.
BPN menjadi salah satu cara Prabowo untuk mewujudkan targetnya. Ini tertuang dalam ‘8 Program Hasil Terbaik Cepat’ yang merupakan fokus Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.
Pembentukan BPN dilakukan dengan niat menggenjot penerimaan negara, baik itu dari pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kemungkinan, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu akan dilebur menjadi satu.
Meski, belum ada kejelasan lebih lanjut dari Prabowo-Gibran apakah wacana pembentukan Badan Penerimaan Negara bakal tetap dilakukan atau tidak.
(skt/DAL)