Rupiah Mepet Rp17 Ribu, Bagaimana Nasib Likuiditas Valas Perbankan?




Jakarta, CNN Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membedah nasib likuiditas valuta asing (valas) perbankan di saat nilai tukar rupiah mepet Rp17 ribu according to dolar AS.

Nilai tukar rupiah pagi ini dibuka di stage Rp16.772. Akan tetapi, sejumlah financial institution beberapa hari belakangan sudah menjual dolar AS dengan kurs di kisaran Rp16.900.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengakui adanya peningkatan pinjaman untuk disimpan (ldr) valas ke 81,43 persen. Ini berarti likuiditas valas perbankan makin ketat, dibandingkan 2024 lalu yang masih berada di stage 74,98 persen.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

“Dalam situasi yang tidak stabile, tentu saja saya kira Konsultasi Tutup pengawas dengan particular person financial institution itu menjadi sangat penting. Saya kira OJK sudah pada waktu yang lama menggunakan pendekatan (dengan) lebih melakukan pengawasan intens ke financial institution. Jadi, kalau terjadi perubahan kondisi world maupun domestik, kita selalu melakukan konsultasi dan arahan kepada financial institution,” bebernya dalam Konferensi Pers RDKB Maret 2025 secara digital, Jumat (11/4).



“Terkait volatilitas nilai tukar, tentu financial institution senantiasa didorong menerapkan manajemen risiko yang kuat, antara lain melalui pelaksanaan tes stres. Ini sudah lebih reguler dilakukan oleh teman-teman perbankan, tentu dengan berbagai skenario dan menyiapkan mitigasi risiko yang lebih tepat,” sambung Dian.

OJK menegaskan pengetatan likuiditas valas itu terjadi karena pertumbuhan kreditnya masih lebih tinggi dibandingkan kenaikan dana pihak ketiga (DPK) valas. Masing-masing naik sebesar 16,30 persen Yr to Yr (YOY) dan 7,09 persen secara tahunan.

Ia kemudian membedah kredit valas di perbankan. Walau, menurutnya pemberian pinjaman dalam valas yang ada sekarang merupakan produk atau kegiatan berbasis ekspor dengan foundation penerimaan yang juga dalam bentuk valuta asing.

Dian menegaskan fenomena tersebut sebagai lindung nilai alami. Ia menegaskan ini tidak akan menimbulkan volatilitas yang berarti terkait valuta asing di perbankan.

“Selanjutnya juga bisa dikatakan posisi devisa neto financial institution (PDN) berada dalam posisi yang panjang. Ini artinya bahwa eksposur financial institution dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru meningkatkan nilai aset financial institution saat terjadi depresiasi rupiah. Sehingga berdampak pada peningkatan profitabilitas financial institution,” tuturnya.

Dian juga menegaskan risiko pasar di perbankan sebenarnya masih rendah terhadap gejolak nilai tukar rupiah. Ia beralasan PDN financial institution sekarang masih di stage 1,55 persen atau jauh lebih rendah dari ambang batas 20 persen.

[Gambas:Video CNN]

Ia mengatakan ini berarti eksposur langsung financial institution terhadap risiko nilai tukar relatif kecil. Dian menekankan pelemahan nilai tukar tak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca financial institution.

“Sesuai ketentuan OJK, financial institution juga diwajibkan membentuk tambahan modal di atas persyaratan modal minimal sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penjaga atau buffer apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dan dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak volatilitas nilai tukar,” beber Dian.

“Memang volatilitas di perbankan ini relatif sebetulnya kecil sampai dengan saat ini. Mudah-mudahan akan selamanya demikian dan akan semakin kuat,” tutupnya.

(SKT/AGT)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *