Pesangon Sritex Belum Dihitung, Karyawan Diminta Ikut Kalkulasi
Jakarta, CNN Indonesia –
Tim kurator yang menangani kepailitan PT Sritex mengungkapkan belum bisa memberikan angka pasti jumlah pesangon untuk karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tim mempersilakan para karyawan untuk menghitungnya sendiri agar kemudian ditagihkan ke tim kurator.
“Kita belum bisa menghitung. Kami mempersilakan teman-teman karyawan menghitung, dibantu serikat dan Disnaker, sesuai regulasi saja,” kata salah satu kurator PT Sritex, Denny Ardiansyah usai rapat kreditur di PN SemarangJumat (28/2), setelah hakim menetapkan standing insolvensi PT Sritex, seperti dikutip dari detik Jateng.
“Sesuai peraturan pemerintah, Permenaker, UU Cipta Kerja, silakan dihitung biar ditagihkan ke kurator,” tambahnya lagi.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Denny mengatakan karyawan yang terkena PHK akan masuk dalam kategori kreditur preferen yang diprioritaskan dan akan dibayar usai harta pailit terjual. Saat ini, saat ini proses harta pailit masih dalam tahap penilaian.
“Setelah ini kita melakukan appraisal dulu, kita nilai melalui tim kantor jasa penilai publik yang independen, kita tunjuk. Kemudian nanti kita laporkan kepada hakim pengawas, setelah itu kami daftarkan lelang eksekusinya melalui KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang),” kata Denny.
Usai adanya putusan insolvensi, kata Denny, selanjutnya pihak kurator akan menilai aset lelang di KJPP untuk kemudian didaftarkan aset lelangnya. Jika sudah terjual, kurator akan meminta hakim pengawas untuk membagikannya kepada kreditur.
“Ada tingkatannya, kreditur preferen, sparatis, dan konkuren. Prioritasnya preferen. Karyawan masuk kreditur preferen, diprioritaskan,” jelasnya.
Ia meminta karyawan tak perlu terburu-buru mengurus PHK, akan tetapi penting untuk menyelesaikan administrasi agar hak mereka terpenuhi. Ia menegaskan, tak akan ada manajemen baru usai keputusan insolvensi.
“Tidak ada konsep manajemen baru. Kita directly terhadap undang-undang, aturannya insolvensi, tapi jaga aset perusahaan kan wajib ada mesin. Kami akan meminta karyawan jaga perusahaan, jaga mesin, supaya tetap hidup, supaya aset tidak turun,” tuturnya.
Saat ini nilai utang perusahaan mencapai Rp 28 triliun, sementara aset yang tercatat pada 2023 sekitar Rp 10 triliun. Namun, nilai ini masih harus diperbarui melalui penilaian KJPP untuk mengetahui selisih sebenarnya antara aset dan tagihan.
“Itu masih dinilai pasar, belum nilai likuidasi, jadi kita belum tahu lah fix-nya. Belum tahu, gap-nya (selisih nilai aset dan tagihan) nanti berapa,” kata Denny.
(VWS)