Bagaimana Nasib Investor Saham Sritex Jika SRIL Didepak dari Bursa?
Jakarta, CNN Indonesia –
Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka peluang untuk menghapus saham atau Delisting PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dari perdagangan pertukaran.
Saat ini, saham perusahaan yang berkode emiten SRIL itu masih dalam standing suspensi. Sementara perusahaan telah mengumumkan akan menutup pabriknya pada 1 Maret 2025.
Kondisi ini tentu memicu kekhawatiran di kalangan investor, terutama soal kemungkinan pengembalian dana yang telah mereka tanamkan dalam saham SRIL.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebutkan delisting SRIL merupakan hal yang wajar, mengingat banyak perusahaan yang mengalami permasalahan serupa pasca pandemi covid-19.
“Karena pasca COVID-19 banyak sekali perusahaan-perusahaan, emiten-emiten yang mengalami satu permasalahan, nah salah satunya adalah SRIL,” ujar Ibrahim kepada Cnnindonesia.comJumat (28/2).
Menurutnya, ketika perusahaan terbuka seperti SRIL dinyatakan pailit dan dikeluarkan dari bursa, statusnya akan berubah menjadi perusahaan tertutup. Dalam kondisi tersebut, manajemen perusahaan harus membeli kembali saham yang telah beredar di publik (pembelian kembali). Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap investor.
“Perusahaan SRIL ini harus melakukan pembelian kembali untuk memenuhi semua dana nasabah yang mengalami kerugian,” tambahnya.
Ibrahim menjelaskan harga saham SRIL sebelumnya sempat turun ke degree Rp50 consistent with lembar, setelah keluar dari daftar saham blue chip. Dengan kondisi ini, jika perusahaan delisting dan dinyatakan pailit, proses pembelian kembali menjadi langkah krusial untuk mengembalikan dana para investor.
Sementara itu, Head of Buyer Literation and Training Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyoroti dasar hukum yang memperkuat potensi delisting SRIL.
Ia menjelaskan Pengadilan Niaga (PN) Semarang telah menyatakan SRIL pailit pada Oktober 2024 akibat gagal bayar utang, dan putusan ini diperkuat oleh Mahkamah Agung (MA) pada Desember 2024 setelah banding perusahaan ditolak.
Dengan melihat ketentuan BEI, Oktavianus menyebut ada tiga faktor utama yang dapat menjadi dasar delisting SRIL.
“Pertama, SRIL sahamnya sudah di-menskors sejak 18 Mei 2021, atau artinya sudah melewati 24 bulan yang menjadi syarat Delisting paksa. Keduadengan adanya putusan kuat oleh Mahkamah Agung yang menyatakan pailit pada SRIL, maka ini dapat menjadi dasar kuat untuk BEI melakukan delisting,” jelas dia.
Ketigajika perusahaan sudah menghentikan operasionalnya, yakni menutup pabrik atau melakukan PHK, maka perusahaan dianggap tidak berfungsi sebagai entitas bisnis yang berjalan.
Oktavianus pun mengingatkan peluang investor mendapatkan kembali dana mereka sangat kecil jika delisting dan pailit benar-benar terjadi. Pasalnya, prioritas utama perusahaan setelah putusan pailit adalah melunasi kewajibannya melalui penjualan aset.
“Sedangkan untuk investor atau sebagai pemilik akan berada di urutan terakhir jika hanya mendapatkan sisa aset jika ada kelebihan setelah membayar seluruh kreditur,” jelasnya.
Pada akhirnya, ia mengatakan para investor SRIL menghadapi ketidakpastian besar mengenai nasib investasi mereka. Keputusan akhir terkait delisting SRIL kini bergantung pada kebijakan BEI, sementara proses hukum kepailitan akan menentukan bagaimana aset perusahaan akan didistribusikan.
Sebelumnya, Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna menyatakan tengah memproses keputusan terkait potensi delisting SRIL. Namun, BEI masih menunggu perkembangan lebih lanjut sebelum mengambil keputusan ultimate.
“Terkait dengan hal tersebut tentu kita tunggu dulu. Kita proses juga, kita siapkan. Tentunya kita nunggu perkembangan,” ujar Nyoman di Gedung BEI, Jakarta Selatan, Jumat (28/2), melansir detikfinance.
BEI sebelumnya telah bertemu dengan manajemen Sritex, tetapi Nyoman tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai isi pertemuan tersebut.
Ia menegaskan BEI mengikuti prosedur standar dalam menangani kasus perusahaan yang menghadapi isu tertentu, mulai dari konfirmasi dengan manajemen, permintaan keterbukaan informasi, hingga kunjungan langsung sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
Dalam proses delisting, Nyoman mengatakan BEI akan bekerja sama dengan pihak ketiga, termasuk profesi penunjang pasar modal, untuk memastikan keputusan yang diambil sesuai prosedur dan dilakukan dengan benar.
“Tentunya kita juga kerja sama sama para pihak atau pihak ketiga yang meyakinkan dan memproses itu seperti profesi penunjang pasar modal untuk meyakinkan keputusan kita dapat kita lakukan secara right kind,” jelas Nyoman.
(PTA/DEL)