Bos BPJS Kesehatan Jamin Pemangkasan Anggaran Tak Pengaruhi Layanan




Jakarta, CNN Indonesia

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah tak berdampak pada layanan yang diberikan.

Ia menjelaskan BPJS Kesehatan bukan lembaga yang bergantung pada anggaran negara, melainkan dibiayai oleh iuran peserta.

Namun, bagi peserta yang masuk dalam kategori penerima bantuan (PBI), iurannya memang ditanggung oleh pemerintah melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

“BPJS itu uangnya dari masyarakat. Memang mungkin yang dimaksud adalah masyarakat yang masuk PBI. Iurannya dibantu oleh APBN. Itu jumlahnya 96,8 juta yang dibantu pemerintah pusat. Itu mungkin maksudnya,” ujar Ghufron di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).



Adapun sumber pendanaan BPJS Kesehatan berasal dari beberapa kelompok peserta, yakni peserta PBI yang iurannya ditanggung oleh pemerintah melalui APBN untuk masyarakat miskin dan tidak mampu.

Kemudian pekerja penerima upah (PPU) seperti karyawan swasta, ASN, TNI/Polri, yang iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja.

Lalu pendanaan BPJS Kesehatan juga datang dari pekerja bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri, yang membayar iuran sendiri, dan terakhir juga peserta bukan pekerja (BP) seperti investor, pemberi kerja, dan pensiunan yang juga membayar iuran secara mandiri.

Dalam kesempatan itu, Ghufron menegaskan BPJS Kesehatan hanya bertindak sebagai penerima dana dan pendaftar peserta, bukan sebagai pihak yang menentukan standing kepesertaan PBI.

Keputusan mengenai siapa yang berhak menerima bantuan iuran berada di tangan pemerintah pusat dan daerah.

“Kalau efisiensi, kita kan menerima. Menerima uang, didaftarkan kan. Jadi dalam hal ini tidak benar kalau BPJS itu membuat orang terus aktif menjadi tidak aktif. Bukan. Karena BPJS dalam hal ini adalah penerima. Yang menentukan orang itu miskin atau tidak, dibayar atau tidak, ini adalah pemerintahan sosial kalau di pusat. Kalau di daerah, itu bisa pemerintahan daerah,” tegasnya.

Sebelumnya, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 diterbitkan oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai langkah untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran negara.

Kebijakan ini menargetkan penghematan sebesar Rp306,69 triliun, dengan rincian Rp256,1 triliun dari anggaran kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari anggaran daerah.

Inpres tersebut menginstruksikan pembatasan belanja non-prioritas, seperti pengurangan 50 persen untuk perjalanan dinas, pembatasan belanja seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar.

Selain itu, belanja honorarium juga dibatasi melalui pengaturan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden (PP) mengenai Standar Harga Satuan Regional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan para pimpinan di Kabinet Merah Putih untuk membahas efisiensi anggaran dengan DPR RI. Setelah mendapat lampu hijau, baru disampaikan kepadanya paling lambat 14 Februari 2025.

[Gambas:Video CNN]

(dari/sfr)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *