Guidelines Mengatur Jajan di Tengah Penurunan Daya Beli Masyarakat RI
Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Perekonomian Indonesia tengah diuji dengan penurunan daya beli masyarakat. Hal ini tercermin dari deflasi yang terjadi lima bulan berturut-turut di Tanah Air.
Deflasi yang terjadi selama berbulan-bulan ini bukan lagi karena harga-harga barang yang turun, melainkan tanda bahwa masyarakat sudah tidak punya uang lagi untuk berbelanja.
Oleh karenanya, perlu strategi untuk mengatur pengeluaran di tengah kondisi ini. Para perencana keuangan pun membagikan pointers yang bisa dilakukan agar tetap bisa memiliki daya beli.
1. Atur Ulang Prioritas Pengeluaran
Perencana Keuangan OneShildt Monetary Making plans Budi Rahardjo mengatakan penurunan daya beli bisa disebabkan dua hal.
Pertamapendapatan turun atau hilang (kena PHK). Keduaarah produksi yang lebih luas.
Oleh karenanya, agar kita bisa tetap berdaya beli, ia mengatakan yang harus langsung dilakukan adalah mengatur ulang prioritas pengeluaran. Sebab, pendapatan terbaru harus disesuaikan dengan pengeluaran.
“Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan prioritas ulang pengeluaran untuk menekan pengeluaran. Yang harus lebih dulu dilakukan adalah mereview pos-pos pengeluaran dengan mengecek catatan pengeluaran rumah tangga mulai dari pengeluaran kebutuhan rumah tangga, utilitas rumah seperti listrik air dan web, cicilan, transportasi dan sebagainya,” ujar Budi kepada CNNIndonesia.com.
Setelah diatur ulang, maka langsung bandingkan pengeluaran tersebut dengan pendapatan saat ini. Apabila ditemukan defisit, maka harus disusun ulang sampai kondisi keuangan tidak lebih besar pasak daripada tiang.
“Defisit kecil yang dibiarkan atau diabaikan dikhawatirkan nantinya akan membesar dan menggerogoti keuangan dan aset kita,” kata dia.
2. Kelompokkan Pengeluaran
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengelompokkan pengeluaran berdasarkan kepentingan, seperti primer, sekunder dan tersier. Belanja yang tidak prioritas dinilai perlu untuk dihilangkan.
“Terhadap pengeluaran yang sifatnya tersier, maka masih bisa kita hilangkan sama sekali karena sangat rendah prioritasnya,” imbuh Budi.
3. Kurangi Porsi Pengeluaran
Setelah dikelompokkan dan pengeluaran tetap besar bahkan ketika kebutuhan tersier dihilangkan, maka bila memungkinkan perlu mengurangi porsi pengeluaran primer. Sebab, apabila dihilangkan tidak akan bisa, maka cara yang bisa ditempuh adalah menggantinya.
“Kita dapat menyiasatinya dengan dua cara yaitu dengan mengurangi porsinya untuk berhemat, atau dengan cara mencari alternatif pengganti yang memiliki manfaat sama, namun dengan harga yang lebih murah,” jelasnya.
4. Tahan Keinginan
Perencana keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho mengatakan selain kebutuhan primer seperti cicilan, uang sekolah, biaya transportasi, hingga tagihan listrik, ada juga kebutuhan sekunder yang harus tetap dilakukan.
Namun, mungkin kebutuhan sekunder yang paling penting saja. Sehingga, keinginan yang tidak terlalu darurat harus bisa ditahan.
“Pengeluaran sekunder yang bisa dijadikan prioritas berikutnya contohnya adalah makanan. Makan adalah hal penting karena energi untuk kita beraktivitas berasal dari makanan, maka makan harus tetap terpenuhi. Namun dengan kemewahan yang diturunkan. Kemewahan yang dimaksud contohnya adalah dengan mengurangi atau menghentikan kebiasaan untuk jajan,” jelas Andi.
5. Persiapkan Dana Darurat
Menurut Andi, pengeluaran lain yang harus tetap diprioritaskan adalah asuransi, baik swasta maupun BPJS. Sebab, itu bisa menjadi pengganti dana darurat ketika sakit.
“Pengeluaran lain yang sebaiknya tetap terpenuhi adalah asuransi kesehatan minimum BPJS. Karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk dana darurat kita seandainya kita mendadak butuh perawatan kesehatan, sehingga tidak mengganggu cashflow kita,” terang Andi.
6. Menabung Minimum 5-10 Persen dari Gaji
Selain itu, Andi menilai menabung tetap harus dilakukan. Nilainya minimum 5 persen sampai 10 persen dari penghasilan.
“Menabung dan berinvestasi sedapat mungkin terus dilakukan. Walaupun tidak bisa pada angka ideally suited 10 persen dari penghasilan, paling tidak kita bisa menyisihkan 5 persen. Hal ini sebenarnya juga untuk menjaga addiction kita dalam menabung dan berinvestasi,” jelasnya.
Budi juga mengatakan hal yang sama. Meskipun daya beli menurun, menurutnya menabung tetap perlu dilakukan minimum 10 persen dari gaji.
“tujuan dari penyusunan prioritas serta pembuatan anggaran baru adalah agar paling tidak rencana menabung atau saving kita tetap masih bisa kita jaga. Minimum dari pendapatan kita masih bisa kita sisihkan sekitar 10 persen untuk berbagai keperluan darurat atau keperluan pengeluaran masa depan agar arus kas tak terganggu,” pungkas Budi.
(agt)