Profil Tupperware, Raksasa Perkakas Dapur yang Terancam Bangkrut
Jakarta, CNN Indonesia —
Perusahaan pembuat perkakas rumah tangga, Tupperwareterancam bangkrut. Mereka bahkan sudah mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11.
Produk Tupperware banyak digandrungi keluarga terutama kaum hawa. Nyatanya, rasa cinta seorang ibu terhadap anaknya bisa sama besarnya dengan rasa cintanya terhadap Tupperware.
Emak-emak bahkan tak jarang memarahi buah hati mereka karena menghilangkan wadah makan atau botol minum dari merek kenamaan tersebut.
Meski menjadi favorit ibu-ibu, Tupperware termakan zaman. Perusahaan yang aslinya berasal dari Amerika Serikat (AS) itu tak sanggup melawan gempuran kompetitor yang membuat wadah penyimpanan lebih murah dan ramah lingkungan.
Berdasarkan dokumen permohonan kebangkrutan yang mereka ajukan, Tupperware masih punya aset US$500 juta hingga US$1 miliar. Namun, kewajiban perusahaan jauh lebih besar, yakni menembus US$1 miliar-US$10 miliar.
Perusahaan dengan nama lengkap Tupperware Manufacturers Company itu berdiri pada 1946 lalu. Penciptanya bernama Earl Silas Tupper, pebisnis AS yang lahir pada 1907.
Mereka sudah menjadi perusahaan publik. Tupperware terdaftar di Bursa Efek New York (NYSE) dengan kode TUP.
Pada situs resminya, Tupperware mengklaim telah menjangkau lebih dari 80 negara di dunia. Salah satunya Indonesia, di mana sudah ada lebih dari 150 ribu tenaga penjual independen yang tersebar di 203 lokasi kantor penjualan.
Tupper disebut-sebut sudah lama terobsesi dengan riset. Ia bergabung dengan perusahaan riset di usia 21 tahun dan menemukan metode memurnikan ampas biji hitam polyethylene menjadi plastik yang fleksibel, kuat, ringan, hingga tak berbau.
Pada 1938, Tupper mendirikan usaha plastik miliknya sendiri bernama Earl S Tupper Corporate dan mematenkan produk dengan nama Poly-T. Ia kemudian memeriahkan pasar AS usai Perang Dunia II dengan meluncurkan produk pertamanya, yakni wadah penyimpan makanan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware.
Sejak saat itu popularitas Tupperware menggila, terutama di kalangan generasi perempuan pascaperang. Salah satu media promosinya adalah Tupperware House Celebration yang pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Sensible.
“Diperkirakan hampir setiap 1,3 detik diselenggarakan Tupperware Celebration di salah satu sudut dunia,” klaim Tupperware di situs resmi mereka, dikutip Kamis (19/9).
CEO Tupperware Laurie Goldman sempat mencoba menyelamatkan kebangkrutan ini. Mereka merestrukturisasi utang hingga menandatangani perjanjian dengan financial institution investasi Moelis & Co untuk membantu mencari alternatif strategis.
Sayang, upaya yang dilakukan pada 2023 itu tak cukup. Likuiditas perusahaan yang bermasalah membuat Tupperware ragu untuk terus bisa menjalankan bisnis.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan makroekonomi yang menantang,” kata Goldman dalam sebuah pernyataan.
Goldman Cs kini butuh persetujuan pengadilan mengenai perlindungan kebangkrutan. Jika disetujui, Tupperware akan terus menjual produknya sembari merencanakan proses penjualan bisnis mereka.
(skt/sfr)