Warisan Utang Jokowi dan Sandungan Pemerintahan Generation Prabowo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan Indonesia kepada Prabowo Subianto pada 28 Oktober 2024 mendatang. Selain angan dan cita-cita bangsa, Jokowi juga bakal mewariskan utang jumbo kepada penerusnya.
Setidaknya, jumlah utang yang akan diwariskan Jokowi kepada presiden terpilih itu mencapai lebih dari Rp8.000 triliun.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam buku APBN KiTa mencatat, in step with semester I 2024 saja, utang pemerintah sudah mencapai Rp8.444,87 triliun. Jumlah itu setara 39,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kendati, rasio utang pemerintah disebut masih aman karena di bawah 60 persen dari PDB seperti yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Berdasarkan porsinya, 87,85 persen atau Rp7.418,76 triliun utang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebesar 12,15 persen atau Rp1.026,11 triliun berasal dari pinjaman. Sisanya, utang berasal dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp38,10 triliun dan pinjaman luar negeri Rp988,01 triliun.
Warisan utang Jokowi ke Prabowo lebih besar dibandingkan yang diwariskan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Jokowi. Pada 2014, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.609 triliun.
Gunung utang bernilai lebih dari Rp8.000 triliun yang bakal diwariskan Jokowi ke Prabowo itu bakal mulai terasa di tahun pertama pemerintahan pensiunan jenderal TNI itu.
Prabowo langsung dihadapkan dengan pembayaran utang jatuh pace Rp800,33 triliun di 2025. Rinciannya, Rp705,5 triliun dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun lainnya berupa pinjaman.
Utang itu belum termasuk bunganya, yang pada 2025 menembus Rp552,85 triliun. Jika ditotal, utang jatuh pace dan bunga yang harus dibayar Prabowo di tahun pertamanya menjabat sebagai presiden adalah Rp1.353,1 triliun.
Lantas apakah beban utang yang diwariskan kepada Prabowo itu masih terbilang aman? Apalagi ia memiliki sejumlah program unggulan yang perlu dana besar seperti makan siang bergizi free of charge.
Sekjen Discussion board Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan menilai warisan utang itu bakal membebani APBN Prabowo. Ini terutama di tahun pertama Prabowo-Gibran.
Misbah bahkan berpendapat beban utang dan bunganya sudah memberikan lampu kuning. Artinya, pemerintah harus waspada.
“Sebenarnya, beban utang dan bunga utang Indonesia sudah mengkhawatirkan karena sudah menyentuh 39 persen hingga 40 persen terhadap PDB. Batasnya memang 60 persen terhadap PDB, tapi pemerintah harus hati-hati dalam menambah utang baru ke depan,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/8).
Oleh karena itu, Misbah mengatakan yang perlu dievaluasi secara komprehensif adalah efektivitas penggunaan utang selama ini. Maklum, penggunaan utang selama ini disinyalir belum berdampak pada kesejahteraan masyarakat ataupun pertumbuhan ekonomi.
Ia menyebut penurunan kemiskinan di akhir pemerintahan Jokowi hanya bersifat artifisial. Pasalnya, capaian itu didapat berkat penyaluran bansos.
Jadi, kata Misbah, itu hanya obat sementara. Menurutnya, hampir 23,4 persen masyarakat Indonesia berada di posisi kerentanan tinggi.
Karena beban utang yang berat, Misbah berpendapat hal itu akan mengganggu keberlangsungan program kerja Prabowo, misalnya makan bergizi free of charge.
Buntutnya, Prabowo bisa saja malah menambah utang lagi. Untuk menghindari hal ini, Misbah menilai Prabowo sebaiknya mengurangi saja jumlah kementerian demi menekan anggaran.
“Nambah utang akan tetap dilakukan pada masa pemerintahan Prabowo ini. Selain itu, harusnya ada perampingan kementerian, bukan malah menggemukkannya agar lebih efektif,” ucap Misbah.
“Selain itu, pemerintah Prabowo-Gibran perlu lebih serius dalam melihat potensial loss pajak yang sangat besar dari perusahaan-perusahaan ekstraktif,” sambungnya.
Bersambung ke halaman berikutnya…