Alarm Nyaring Pengangguran RI, Bukan Hanya soal Lapangan Kerja


Jakarta, CNN Indonesia

Di balik masalah lebih dari satu juta sarjana yang menganggur dan krisis kerja, Indonesia juga menghadapi tantangan serius dalam kualitas sumber daya manusia (SDM) dan produktivitas.

Hasil survei Programme for Global Scholar Evaluation (PISA) pada tahun 2019 menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat rendah, yakni urutan ke-74 dari 79 negara, atau berada di posisi ke-6 terendah secara world.

Meskipun terdapat sedikit peningkatan skor PISA Indonesia pada tahun 2022 dalam literasi, matematika, dan sains, tren rata-rata hasil PISA Indonesia menunjukkan kecenderungan fluktuatif namun stagnan dalam rentang waktu 20 tahun terakhir.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

Hal ini mengindikasikan bahwa perbaikan yang terjadi masih belum konsisten atau cukup signifikan untuk mengubah posisi elementary Indonesia dalam skala world.

Berdasarkan peringkat kualitas pendidikan di Asia Tenggara, beberapa studi menempatkan Indonesia di posisi ke-4, tertinggal dari Singapura (peringkat 1), Malaysia (peringkat 2), dan Thailand (peringkat 3).



Menurut OECD, tingkat partisipasi pendidikan tinggi di Indonesia juga masih rendah, dengan angka Rasio Pendaftaran Kotor sebesar 31,5%, di bawah Malaysia (36%) dan jauh di bawah Thailand (51,2%).

Situasi ini berdampak langsung pada daya saing Indonesia yang diukur dari kualitas sumber dayanya. Menurut The International Financial Discussion board (WEF) tahun 2018, daya saing Indonesia menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei.

Produktivitas juga rendah

Selain masalah kualitas, tenaga kerja Indonesia juga punya masalah produktivitas. Bahkan, berada di bawah rata-rata Asia Tenggara. Pada 2023, produktivitas in step with pekerja Indonesia hanya sekitar US$14 in step with jam kerja, menempatkan Indonesia di peringkat kelima di kawasan ini.

Negara-negara seperti Singapura (US$ 74), Brunei (US$49), Malaysia (US$ 26), dan Thailand (US$ 15) memiliki produktivitas tenaga kerja yang jauh lebih tinggi. Hal ini mempertegas bahwa kontribusi tenaga kerja Indonesia terhadap PDB in step with kapita masih rendah dibandingkan negara tetangga.

Peringkat ini mencerminkan kelemahan dalam berbagai pilar daya saing, termasuk kualitas sumber daya manusia, yang sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan.

insertgrafis: KRISIS TENAGA KERJA INDONESIA 2025

Hyperlink and Fit dengan realisasi 1,1 juta sarjana pengangguran

Meski memiliki lebih dari 4.500 institusi pendidikan tinggi dan 8,6 juta mahasiswa, kualitas pendidikan universitas di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Berdasar QS International Rating 2025, Universitas Indonesia menempati peringkat 206 dunia UGM di peringkat 239 dan ITB di peringkat 256.

Sebagai perbandingan, Universitas Nasional Singapura berada di tingkat 8 dunia, Universitas Malaya (Malaysia) di dunia ke -65.

Hanya 5 universitas Indonesia yang masuk 500 besar dunia. Ini menunjukkan bahwa reputasi akademik, kualitas riset, dan kolaborasi internasional masih perlu ditingkatkan secara signifikan.

Di sisi lain, kualitas universitas di Indonesia juga sangat tidak seragam.

Ketimpangan ini paling nyata antara universitas negeri terkemuka dan mayoritas universitas swasta. Hanya segelintir universitas negeri yang konsisten menempati klaster teratas dalam hal mutu pengajaran, riset, dan inovasi.

Sebaliknya, sebagian besar universitas swasta masih tertinggal dalam berbagai aspek. Menurut knowledge Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, general universitas swasta yang terakreditasi di Indonesia, hanya sekitar 7% yang mendapat peringkat A (Unggul) — menunjukkan bahwa sebagian besar universitas swasta masih belum memenuhi standar mutu terbaik.

Tak heran kalau kemudian meski sudah bergelar sarjana, banyak lulusan universitas tak terserap lapangan kerja.

Meski faktor lambatnya pertumbuhan sektor industri turut berperan dalam berkurang lapangan kerja tersedia, namun sarjana yang dianggap kurang memenuhi standar industri ini sudah dikeluhkan antara lain oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam satu dekade terakhir.

Pengusaha menilai janji program Hyperlink and Fit yang digagas pemerintah dan merupakan kerjasama Kementerian Pendidikan dan Industri masih jauh dari realisasi.

Program ini diluncurkan sejak 1993 di bawah Mendikbud Wardiman Djojonegoro dan Menaker Abdul Latief dengan gagasan merekrut tenaga pengajar dari praktisi, membuka program vokasi hingga magang kerja sektor industri. Lebih dari tiga dekade setelahnya sarjana tak siap pakai dalam industri jumlahnya justru terus bertambah.

Knowledge Kementerian Ketenagakerjaan pada Juli 2025 menunjukkan dari general 7,28 juta penganggur 1.010.652 diantaranya berstatus sarjana.

Studi Financial institution Dunia 2010 mendapati hanya sekitar 19% lulusan pendidikan tinggi di Indonesia yang dinilai benar-benar dapat dipekerjakan alias siap kerja, karena minimnya comfortable abilities dan keterampilan praktis.

Studi-studi lanjutan International Financial institution dan lembaga lain seperti McKinsey dan ADB juga mendukung temuan serupa — bahwa sebagian besar lulusan Indonesia tidak sepenuhnya memenuhi kualifikasi pasar kerja fashionable, terutama dalam sektor-sektor yang tumbuh pesat seperti teknologi informasi, manufaktur fashionable, dan jasa profesional.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *