Peritel ikut merespons klaim kelas menengah yang turun kasta hingga berujung anjloknya daya beli masyarakat.

79 Tahun Merdeka, Wajah Si Miskin dan Tak Sejahtera Masih Menghias RI



Jakarta, CNN Indonesia

Echa (26) menarik napas dalam saat memikirkan caranya mengelola keuangan di tengah mahalnya biaya hidup di Jakarta.

Bagaimana tidak, ia yang merupakan seorang perantau harus memutar otak mengelola gajinya yang hanya sedikit di atas UMR Jakarta atau sekitar Rp5,5 juta juta consistent with bulan. Terlebih, ia tak hanya menanggung biaya hidup sendirinya, tetapi juga orang tua dan adiknya yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

“Setiap bulan, kan? mengirim uang untuk orang tua di desa, terus bantu biaya kuliah adikku juga. Jadi ya, gaji sebulan saja tidak cukup,” kata Echa kepada CNNIndonesia.com.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Echa mengatakan pengeluaran terbesarnya adalah biaya makan yang bisa mencapai Rp1,5 juta. Kemudian biaya kos Rp1 juta dan transportasi Rp300 ribu.

Ia juga mengirimkan uang ke orang tuanya sebesar Rp1,5 juta dan cicilan uang kuliah sang adik Rp500 ribu.

“Iya, sisa minimum Rp 500 ribu – Rp 700 ribu setiap bulan, yang kadang juga untuk jajan. Susah menabung,” ujarnya.

Gajinya yang hanya pas-pasan membuat Echa juga sulit kembali ke kampung halamannya, Pekanbaru. Untuk biaya tiket pesawat saja bisa menghabiskan kurang lebih Rp4 juta pulang pergi.

Alhasil, ia hanya bisa pulang ke kampung halaman dan bertemu keluarga dua tahun sekali.

“Kalau pulang kampung kan biasanya Natal sama Tahun Baru kan, itu kan ada bagi-bagi THR buat saudara-saudara. Jadinya harus ngumpulin duit banyak,” katanya.

Hal senada juga dirasakan Linda (27) yang mengaku kesulitan dengan hidup hanya dengan gaji UMR atau Rp5,2 juta consistent with bulan di ibu kota. Gaji yang ia terima biasanya dialokasikan untuk dikirim ke orang tua sebesar Rp1 juta, Rp1,2 kos untuk biaya kos serta pulsa dan web, dan Rp1,8 juta untuk makan dan kebutuhan lainnya.

“Kerja sudah sekitar 3 tahun di berbagai tempat yang berbeda. Sedangkan tabungan belum terlalu banyak,” katanya.

Karena itu, ia sebisa mungkin menekan pengeluaran yang tidak terlalu penting, seperti membeli jajan, kopi, dan membeli makan di luar. Selain itu, ia juga lebih banyak jalan kaki dan menggunakan transportasi umum meskipun sedikit lebih lama dan butuh tenaga lebih banyak.

“Terus kalau ada tawaran pekerjaan sampingan consistent with proyekitu saya ambil untuk menambah sedikit2 pemasukan saya,” katanya.

Echa dan Linda mungkin tidak masuk kategori orang miskin menurut perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, kehidupan keduanya masih jauh dari sejahtera.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 9,03 persen atau 25,22 juta orang consistent with Maret 2024. Angka ini turun jika dibandingkan dengan Maret 2023 yang mencapai 9,56 persen atau 25,9 juta orang.

Garis kemiskinan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp582.932 consistent with kapita consistent with bulan. Ini dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp433.906 (74,44 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp149.026 (25,56 persen).

Pada Maret 2024, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,78 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan consistent with rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.786.415 consistent with rumah tangga miskin consistent with bulan.

Artinya, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran consistent with kapita consistent with bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai orang miskin. Namun, bukan berarti warga yang pengeluarannya di atas garis kemiskinan itu terbilang sejahtera.

Bersambung ke halaman berikutnya…



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *