Menyibak 4 Biang Kerok Lesu Kinerja Industri Rokok RI



Jakarta, CNN Indonesia

Industri rokok di Tanah Air tengah menghadapi tantangan. Jumlah penjualan turun drastis sehingga berdampak pada keberlangsungan hidup para petani tembakau.

Contoh teranyar menimpa perusahaan rokok ternama PT Gudang Garam. Mereka tercatat hanya menorehkan laba Rp980,80 miliar pada 2024 kemarin.

Laba itu anjlok parah bila dibandingkan 2023 yang masih bisa mencapai Rp5,32 triliun.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

Penurunan tajam laba itu tak terlepas dari seretnya pendapatan kode emiten GGRM. Tercatat pendapatan Gudang Garam memang turun dari Rp118,95 triliun menjadi Rp98,65 triliun pada 2024 kemarin.



Penurunan pendapatan itu terjadi tak hanya untuk penjualan/pendapatan di dalam negeri. Tercatat pendapatan atau penjualan perusahaan dari ekspor turun dari Rp1,49 triliun menjadi Rp1,31 triliun, lalu penjualan lokal turun dari Rp117,45 triliun menjadi Rp97,338 triliun in keeping with akhir 2024.

Penjualan yang turun paling banyak adalah sigaret kretek mesin dari Rp96,02 triliun pada 2023 menjadi Rp86,62 triliun hingga akhir tahun lalu.

Selain Gudang Garam, kinerja jeblok juga terjadi pada Wismilak Inti Makmur. Mengutip laporan keuangan perusahaan, pada 2024 kemarin mereka juga hanya mampu menorehkan laba Rp298,7 miliar, turun 39,58 persen jika dibandingkan 2023 yang Rp494,7 miliar.

Perusahaan hanya mampu membukukan penjualan neto Rp4,7 triliun pada 2024, turun jika dibandingkan 2023 yang masih bisa mencapai Rp4,8 triliun.

Di tengah penurunan penjualan itu, beban usaha Wismilak justru naik dari Rp676 miliar pada 2023 menjadi Rp696 miliar pada 2024 kemarin.

Penurunan kinerja itu menular. Untuk Gudang Garam misalnya, penurunan kinerja membuat mereka memutuskan untuk menghentikan sementara pembelian tembakau dari petani di Temanggung, Jawa Tengah.

Informasi disampaikan oleh Bupati Temanggung Agus Setyawan usai bersama perwakilan anggota DPRD Temanggung dan Komite Pertembakauan Tembakau Temanggung berkunjung ke PT Gudang Garam Kediri.

Menurutnya, penghentian dilakukan karena penurunan penjualan rokok yang luar biasa di Indonesia.

“Jadi memang tidak lagi kondusif untuk membeli bahan baku khususnya dari Temanggung,” katanya, Minggu (15/6).

Lalu apa sebetulnya yang menjadi penyebab memblenya kinerja itu?

Analis Senior Indonesia Strategic and Financial Motion Establishment Ronny P Sasmita mengatakan ada empat faktor yang mendorong anjloknya penjualan rokok di Tanah Air.

Namun yang pasti; penurunan itu bukan karena keberhasilan pemerintah dalam membasmi rokok ilegal.

“Dalam hemat saya, beberapa faktor ikut mempengaruhi penjualan rokok, terutama merek-merek yang sudah didirikan di satu sisi dengan harga yang sudah terlanjur sangat mahal di sisi lain,” ujar Ronny kepada CNNIndonesia.com.

Pertamadaya beli kelas menengah dan bawah yang memang masih lesu dan belum membaik dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini menyebabkan para perokok beralih membeli produk yang harganya lebih murah. Bahkan tak sedikit pula beralih ke rokok ilegal demi memuaskan lidahnya.

Alhasil, rokok merek-merek terkenal dari perusahaan besar mulai ditinggalkan.

“Turunnya daya beli mengakibatkan mayoritas konsumen berpindah kepada merek-merek yang lebih murah, termasuk rokok ilegal yang semakin banyak beredar,” jelasnya.

Kedua, ia melihat ada pergeseran selera dari generasi muda kelas menengah. Mereka lebih memilih menggunakan rokok elektrik yang saat ini lebih mudah dibawa dan ‘lebih’ diterima di berbagai tempat.

Pergeseran itu juga membawa dampak ke kinerja industri rokok.

“Ada pergeseran selera dari generasi muda kelas menengah. Kelompok ini ‘favor’ rokok elektrik. Sehingga rokok bermerek seperti GG mengalami dua tekanan, yakni penurunan permintaan dari konsumen tradisional dan tidak berkembangnya pasar baru di segmen anak muda,” terangnya.

Ketigakenaikan  cukai yang terus menerus, terutama rokok bermerek. Kenaikan membuat harga rokok semakin terbang. Padahal di sisi lain, pendapatan konsumen lamanya tak naik secara signifikan.

“Sehingga rokok-rokok bermerek kalah bersaing di pasaran rokok nasional,” imbuhnya.

Keempat, kampanye antirokok yang berhasil. Meski perannya tak terlalu besar dalam menekan konsumsi rokok, namun tetap ada pengaruhnya terhadap berkurangnya konsumen rokok di Tanah Air.

“Kampanye antirokok dan hidup sehat diyakini berhasil membawa sebagian komunitas di dalam masyarakat untuk meninggalkan rokok, terutama komunitas-komunitas keolahragaan, literasi kesehatan dan keuangan, dan sejenisnya,” tuturnya.

Menurut Ronny, dampak penurunan industri rokok ini sangat dilematis. Di satu sisi baik karena masyarakat sadar akan kesehatan, namun di sisi lain ada petani yang harus menanggung karena sumber penghasilannya mulai hilang.

Di sinilah menurutnya peran pemerintah harus hadir. Peran harus mereka berikan bukan dengan insentif.

Pasalnya, kalau itu diberikan akan serba salah. Karena itu memberikan stimulus untuk meningkatkan harga tembakau. Yang harus dilakukan negara adalah menyiapkan para petani tembakau untuk beralih ke pekerjaan lain atau menanam tanaman lain.

“Terutama bagi pemerintah, jalan terbaik adalah menyiapkan generasi muda petani tembakau bermigrasi ke usaha lain,” ungkapnya.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *