Tanpa APBN, Pemerintah Andalkan Swasta Buat Impor 250 Ribu Sapi
Jakarta, CNN Indonesia –
Pemerintah menargetkan impor 250 ribu ekor sapi hidup pada tahun ini tanpa menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Impor akan didorong dari pelaku usaha swasta.
“Kita tidak pakai APBN, kita memang men-trigger pengusaha untuk mendatangkan sapi hidupnya,” ujar Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Jumat (13/6).
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Ia menjelaskan impor ini bersifat investasi, terutama untuk mendatangkan sapi betina, termasuk sapi perah bunting.
Menurutnya, kebutuhan akan susu dan daging di dalam negeri masih tinggi. Di saat sama, populasi sapi dalam negeri saat ini belum mampu mencukupi permintaan.
“Kalau kan impor sapi itu ada dua ya, impor sapi bakalan untuk digemukkan kemudian dipotong. Kalau ini enggak, ini sapi impor betina,” kata Sudaryono.
“Khususnya kalau sapi untuk perah susu itu kan harus bunting ya. Kalau bunting kan nanti susunya akan banyak. Jadi kita push terus,” jelasnya.
Ia menyebutkan pelaku usaha telah menyatakan komitmen impor 1 juta ekor sapi hidup hingga 2029. Meski demikian, realisasi secara keseluruhan masih dalam proses, pengiriman terus dilakukan bertahap.
“Kalau enggak salah minggu depan atau bulan depan ada datang 1.000 (ekor), datang 2.000 (ekor) gitu. Jadi secara berangsur-angsur ini kok, kita push terus,” katanya.
Dari goal 250 ribu ekor tahun ini, Sudaryono mengatakan realisasi sejauh ini masih perlu didorong lebih kuat.
“Memang saya harus akui bahwa kita memang mesti push lebih keras lagi untuk bisa mencapai realisasi. Kalau enggak salah dari 250 ribu yang kita harapkan tahun ini, ya minimum kita bisa datangkan 150 ribu lah gitu,” ujarnya.
Hingga awal Juni 2025, information menunjukkan sekitar 9 ribu ekor sapi sudah didatangkan. Sudaryono mengakui belum memverifikasi langsung angka tersebut dan akan melakukan pengecekan lebih lanjut.
Ia menambahkan kendala dalam percepatan impor bukan terletak pada komitmen pelaku usaha, melainkan kesiapan infrastruktur dan lahan di dalam negeri.
“Banyak sebetulnya masalahnya tuh bukan pada willingness-nya mereka, tapi kadang-kadang kesiapan lahan di tempat kita, kesiapan petani mitranya,” ujarnya.
Menurutnya, pelaku usaha cenderung menginginkan lokasi peternakan dekat dengan pasar, yang mayoritas berada di Pulau Jawa. Namun ketersediaan lahan luas di wilayah tersebut terbatas, sehingga menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi.
Lebih lanjut, Sudaryono menyebut ada pengusaha dari Brasil yang sudah memiliki peternakan sapi pedaging di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan populasi sekitar 5.000 hingga 8.000 ekor, dan kini berencana mendatangkan lebih banyak sapi hidup ke Indonesia.
Sebelumnya, ia mengatakan investor dari Argentina juga menyatakan minat memasok daging sapi ke Indonesia, namun pemerintah mengarahkan agar mereka tidak hanya menjual daging, tetapi juga ikut menanamkan investasi di dalam negeri.
“Dia punya daging, jualan ke seluruh dunia. Kita problem dia, boleh datang kepada kita, tapi juga harus investasi, taruh sapi perah ataupun sapi hidup untuk daging di Indonesia,” kata Sudaryono.
Ia juga mencatat produsen susu seperti Cimory, Diamond, dan Greenfield turut menambah populasi sapinya masing-masing sebagai bagian dari investasi yang dihitung dalam program ini.
(Bagian/Harga)