Menpar Panggil Gubernur Buntut Dugaan Tambang Nikel Rusak Raja Ampat
Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana telah memanggil Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu menyusul dugaan aktivitas tambang nikel merusak alam Raja Ampat.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa. Ni Luh berkata pemanggilan dilakukan Rabu kemarin (4/6).
“Kami mohon itu (Raja Ampat) dijaga,” kata Ni Luh Puspa di sela-sela Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (5/6), dilansir Antara.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Ni Luh juga berkata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akan memanggil pihak penambang. Menurutnya, Bahlil juga berencana segera meninjau lokasi tersebut.
Dia enggan membeberkan hasil pemanggilan Gubernur Papua Barat Daya. Ni Luh hanya meminta agar Raja Ampat dijaga dengan baik.
“Kami harap itu tidak dirusak. Itu benar-benar bisa dibiarkan seperti itu saja, dijaga sebagai warisan untuk anak cucu kita ke depan,” ucapnya.
Mantan jurnalis itu berkata Raja Ampat memiliki potensi wisata alam dan menarik kunjungan wisatawan berkualitas. Turis yang berkunjung ke sana tidak sebanyak lokasi lain, tetapi membawa uang dalam jumlah besar.
“Kami tidak melihat kuantitas tapi wisatawan berkualitas. Tentu dengan harga yang mereka bayar, mereka ingin dapat pengalaman lebih berkualitas. Jadi kami mohon itu dijaga,” tutur Ni Luh.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya Julian Kelly Kambu mengungkap ada dua perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Tambang-tambang itu mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) sejak Raja Ampat masih menjadi bagian Papua Barat.
Bupati Raja Ampat Orideko Burdam mengeluh kesulitan mengambil tindakan. Hal itu karena kewenangan penerbitan dan pencabutan izin berada di pemerintah pusat.
“Sembilan puluh tujuh persen Raja Ampat adalah daerah konservasi sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa karena kewenangan kami terbatas,” kata Orideko di Sorong, Sabtu (31/5).
(DHF/PTA)