Pengusaha Respons Kritik AS soal Permendag 8 Persulit Impor
Jakarta, CNN Indonesia –
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani merespons kritik Amerika Serikat (AS) terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Penting.
Shinta menyebut kritik tersebut harus disikapi dengan menjaga keseimbangan antara kebutuhan impor dan perlindungan industri dalam negeri. Ia menilai perubahan kebijakan impor Indonesia tak bisa serta-merta memenuhi tuntutan pihak asing, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi pelaku usaha nasional.
Shinta menjelaskan Permendag 8/2024 yang merevisi Permendag 36/2023 bertujuan menyederhanakan prosedur impor tanpa mengabaikan perlindungan sektor strategis dalam negeri.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Ia mencontohkan pada sektor tekstil dan garmen, pembatasan impor justru diperlukan agar tidak memperparah tekanan terhadap industri lokal.
“Kalau untuk industri tekstil dan garmen, justru kami mendukung adanya pembatasan, agar industri dalam negeri tidak semakin tertekan,” kata Shinta di The Langham, Jakarta Selatan, Senin (28/4).
Di sisi lain, ia mengakui untuk beberapa sektor yang sangat bergantung pada bahan baku impor, pemerintah perlu mempermudah akses masuknya barang. Menurutnya, kebijakan impor tak bisa digeneralisasi buruk karena ada jenis impor yang justru menunjang pertumbuhan industri.
“Jangan kita generalisasi bahwa impor itu jelek. Ada juga impor yang memang diperlukan untuk mendukung produksi di dalam negeri,” ujarnya.
Shinta mengingatkan pasar Indonesia yang besar membuat negara ini rawan terhadap praktik dumping produk murah dari luar negeri. Karena itu, pelonggaran aturan impor harus diimbangi dengan penerapan safeguard dan langkah-langkah anti-dumping yang tegas.
“Kita harus berhati-hati agar tidak kebanjiran barang-barang dumping dari negara lain,” tambahnya.
Shinta menekankan perlunya keterlibatan aktif dunia usaha dalam setiap proses deregulasi impor. Ia mengingatkan konsultasi dengan pelaku usaha domestik sangat penting untuk memastikan kebijakan tetap berpihak pada penguatan industri nasional.
“Kami, pelaku usaha, juga harus diajak bicara karena kami punya kepentingan untuk menjaga daya saing industri nasional,” tegasnya.
Sebagai informasi, kritik pemerintah AS terhadap kebijakan impor Indonesia tertuang dalam laporan 2025 Nationwide Industry Estimate (NTE) yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR).
Dalam laporan itu, AS menyoroti Permendag 36/2023 yang memperberat prosedur impor untuk hampir 4.000 pos tarif, termasuk persyaratan persetujuan teknis (pertek) dan disclosure knowledge komersial yang dinilai memberatkan. Permendag 36/2023 sempat menyebabkan backlog kontainer di pelabuhan Indonesia pada awal Mei 2024.
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia menerbitkan Permendag 8/2024 pada Mei 2024 sebagai revisi. Permendag baru ini melonggarkan sebagian ketentuan, di antaranya menghapus kewajiban pertek untuk sebagian besar produk.
Namun, aturan ketat tetap diberlakukan untuk komoditas seperti besi baja, ban, bahan kimia hulu, dan beberapa produk tekstil berbasis kesehatan seperti masker medis.
(OF/PTA)