Bos BI Sebut Dampak Perang Dagang Sudah Terasa di Pasar Keuangan
Jakarta, CNN Indonesia –
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dampak perang dagang yang dikobarkan Presiden AS Donald Trump telah terasa di pasar keuangan.
Perry mengatakan ketidakpastian world akibat tarif Trump membuat preferensi risiko yang sangat memburuk dari investor world.
“Ini lah yang menyebabkan preferensi resiko itu terjadi di pasar keuangan world dan mengubah pola arus portofolio investasi,” katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (23/4).
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Ketika ketidakpastian world meningkat, sambung Perry, investor cenderung beralih dari obligasi dan saham AS dan rising marketplace.
“Ini lah yang terjadi keberlanjutan aliran modal keluar dari rising marketplace baik dari obligasi maupun saham. Ini yang menyebabkan tekanan mata uang dari berbagai negara,” katanya.
Ia mengatakan investor akan beralih ke negara yang dianggap aman seperti Eropa dan Jepang.
“Yang menjadi secure haven tidak hanya mounted source of revenue world bond di Eropa dan Jepang tapi juga emas. Ini lah yang terjadi keberlanjutan aliran modal keluar dari rising marketplace baik dari obligasi maupun saham. Ini yang menyebabkan tekanan mata uang dari berbagai negara,” katanya.
Sementara itu, BI memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi world menjadi hanya 2,9 persen dari 3,2 persen.
Pemangkasan proyeksi itu dilakukan dengan mempertimbangkan perang dagang akibat kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.
“Pengumuman kebijakan tarif resiprokal AS awal April 2025, serta langkah retaliasi oleh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain meningkatkan fragmentasi ekonomi world dan menurunnya quantity perdagangan dunia. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diprakirakan akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (21/4).
Perry melanjutkan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi diprediksi paling besar terjadi di AS dan China sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut.
(FBY/AGT)