Kurs Rupiah Diramal Cerah Usai AS Pangkas Tarif Jadi 19 Persen
Jakarta, CNN Indonesia –
Pengamat pasar modal Hans Kwee menilai keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif impor dari 32 persen menjadi 19 persen bisa berdampak positif pada nilai tukar rupiah.
Meskipun kurs rupiah sempat tertekan, prospek pasar keuangan nasional dinilai tetap menarik, terutama setelah Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai berhasil dalam melobi tarif AS.
Ia menyebut, dalam kondisi seperti itu, aliran dana cenderung berpindah dari AS ke pasar negara berkembang atau rising markets, termasuk Indonesia.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Meski saat ini baru empat negara yang mendapat kesepakatan, Hans menilai posisi Indonesia cukup kuat menjelang tenggat waktu penerapan tarif pada 1 Agustus mendatang.
Hans juga menyoroti pelemahan rupiah yang terjadi setelah Financial institution Indonesia menurunkan suku bunga acuan. Namun menurutnya, sentimen positif terhadap Indonesia masih terjaga, terutama karena investor asing mulai kembali masuk ke pasar obligasi.
“Pelemahan rupiah itu benar-benar difaktor oleh penguatan indeks dolar sendiri. Tapi dengan deal yang kita dapat, sentimen jauh lebih positif. Dana asing juga mulai banyak masuk ke pasar obligasi kita,” kata Hans saat wawancara dengan CNN Indonesia TVKamis (17/7).
Menurut Hans, jika AS gagal menjalin banyak kesepakatan, kebijakan tarif justru akan membebani konsumen domestik dan mendorong inflasi, yang berpotensi melemahkan kepercayaan terhadap dolar AS.
“Kalau Amerika tidak berhasil mendapatkan banyak deal dan ternyata harus practice tarif, itu malah terjadi yang namanya sal Amerika. Tarif itu akan ditanggung warga Amerika, mendorong inflasi tinggi sehingga kepercayaan atas US Greenback menghilang,” ujar Hans.
Ia memperkirakan potensi penurunan BI fee satu kali lagi dapat mendorong daya tarik obligasi pemerintah, meskipun pasar saham masih mengalami tekanan jual dari investor asing sejak awal tahun.
Jenis Saham yang Layak Dikoleksi
Di tengah ketegangan dagang world, Hans menyarankan investor untuk mempertimbangkan dua jenis saham yang bisa dipertimbangkan. Pertama, saham sektor emas seperti PT Aneka Tambang (Antam) yang dinilai stabil karena tren dedolarisasi world.
“Financial institution sentral di dunia mulai mengurangi cadangan devisa dalam bentuk dolar AS dan berburu emas. Jadi saham seperti Antam tetap menarik,” ujarnya.
Kedua, Hans merekomendasikan saham-saham blue chip perbankan besar seperti BCA, Mandiri, BRI, dan BNI. Walaupun saat ini performanya terlihat stagnan, ia optimistis saham-saham tersebut akan menguat saat situasi ekonomi world membaik.
“Ketika ekonomi membaik, perang dagang pasti akan berakhir. Saham-saham blue chip ini akan bergerak naik,” kata Hans.
(FDL/PTA)