Bahlil Minta Rakyat Doa Agar BBM Tak Naik Imbas Perang Iran-Israel
Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta masyarakat berdoa agar harga BBM tak melonjak karena perang Iran melawan Israel.
Menurut Bahlil, semua negara mementingkan bangsanya sendiri. Dia menilai Indonesia tidak bisa bergantung kepada negara mana pun saat ini.
“Katanya harga minyak akan potensi naik, melebihi asumsi di dalam APBN. Saya katakan berdoa saja karena hanya doa dan ikhtiar kita secara inside yang bisa menyelamatkan kita,” kata Bahlil pada Jakarta Geopolitical Discussion board 2025 Lemhanas RI d Jakarta, Selasa (24/6).
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Bahlil mengatakan asumsi harga minyak pada APBN 2025 US$82 in keeping with barel. Dia mengaku sempat khawatir saat harga minyak sempat menyentuh US$79 pada awal perang Iran dan Israel.
Saat ini, kata dia, harga minyak jauh di bawah asumsi makro APBN 2025, yaitu US$67 in keeping with barel. Namun, pemerintah tetap bersiaga menyikapi gejolak harga minyak yang fluktuatif.
“Apa yang hari ini terjadi, belum tentu besoknya seperti ini. Kita lihat perkembangannya lagi, baru kemudian kita bisa melakukan kajian,” ujar Bahlil.
Harga minyak menjadi sorotan di tengah perang Iran vs Israel. Lokasi perang terjadi di Timur Tengah, daerah utama pemasok minyak dunia.
Harga minyak makin dirundung kekhwatiran setelah parlemen Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz. Selat itu dilewati sekitar 20 juta barel minyak in keeping with hari dari negara-negara Timur Tengah.
Goldman Sachs memprediksi harga minyak mentah Brent menembus US$110 in keeping with barel jika Iran menutup Selat Hormuz. Financial institution investasi asal Amerika Serikat (AS) itu memperkirakan harga Brent akan stabil dengan rata-rata sekitar US$95 in keeping with barel pada kuartal ke-IV 2025.
Goldman memperkirakan harga Brent mencapai puncaknya di kisaran US$90 in keeping with barel bila pasokan minyak Iran menurun 1,75 juta barel in keeping with hari (bpd) selama enam bulan.
“Meski situasi di Timur Tengah terus berkembang, kami percaya insentif ekonomi, termasuk dari AS dan China untuk mencegah gangguan besar dan berkepanjangan di Selat Hormuz akan sangat membantu,” ucap Goldman Sachs dilansir Reuters, Senin (23/6).
(Agt/usia)