Kemenhub Sebut Penerbangan Domestik Makin Ngaret di 2025, Ini Sebabnya




Jakarta, CNN Indonesia

Kementerian Komunikasi (Kemenhub) mengungkapkan penerbangan domestik pada 2025 ini semakin ngaret dibandingkan tahun sebelumnya.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F. Laisa mengukurnya dengan information Kinerja Waktu (OTP). Ia membandingkan OTP penerbangan domestik pada Januari 2024-April 2024 dengan periode yang sama di tahun ini.

“(OTP) Januari 2024-April 2024 untuk rute domestik sebesar 79,73 persen, dan 2025 sebesar 78,7 persen,” ungkap Lukman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (22/5).

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

Rinciannya, pada Januari 2025 merosot 4,57 persen dan Februari 2025 minus 4,68 persen. OTP penerbangan domestik baru membaik pada Maret 2025 yang naik 0,54 persen dan April 2025 kenaikannya sebesar 3,64 persen.



Lukman membedah tiga faktor utama penyebab keterlambatan atau put off penerbangan domestik, yakni masalah teknis operasional, manajemen airways, serta cuaca.

“Namun, lebih dominan cuaca. Dalam rangka penanganan terhadap pencapaian OTP tersebut telah ditetapkan beberapa kebijakan put off control melalui Permenhub 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga,” jelasnya.

“Serta kebijakan terkait peningkatan operasional penerbangan sesuai Permenhub 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara yang tujuannya untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan angkutan udara oleh maskapai penerbangan,” imbuh Lukman.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae yang memimpin RDP meminta Lion Air untuk merespons masalah OTP tersebut. Ia menyinggung Lion Air Workforce adalah maskapai yang sering put off.

Presiden Direktur Lion Air Workforce Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi menekankan sudah ada perbaikan OTP sekarang ini dibandingkan awal 2025. Ia membeberkan 2 alasan utama mengapa masih ada masalah OTP alias put off, selain yang sudah dipaparkan Kemenhub.

Pertama, Daniel menganggap on-line go back and forth agent (OTA) turut menyumbang masalah. Ia mencontohkan OTA menggabung-gabungkan rute penerbangan yang terkadang membuat konsumen bingung.

“Contoh, Medan-Jayapura, kalau kita lihat di OTA itu konektivitasnya macam-macam. Jadi, dengan Lion Medan-Jakarta. Connecting-nya ke Jayapura pakai Garuda, misalnya. Kita bisa bayangkan Lion mendarat di Terminal 1A, Garuda berangkat dari Terminal 3, bagaimana menghubungkan 1A dengan 3?” beber Daniel.

Alasan kedua adalah konektivitas di bandara. Lion Air Workforce menyinggung soal keberadaan Kereta Layang (Kalayang) Bandara Soekarno-Hatta.

Menurut Daniel, bangunan Kalayang seharusnya berada di dalam terminal bandara, bukan di luar. Ia menegaskan desain konektivitas di seluruh bandara penting untuk mempercepat gerak penumpang.

“Menurut kami (Kalayang) harus diredesain karena posisinya masih di luar dari bangunan terminal. Kita lihat di bandara manapun juga namanya kereta itu biasanya ada di dalam terminal. Ini masukan untuk InJourney atau pun Angkasa Pura. Ini menjadikan konektivitas (terhambat), kalau ada penumpang memilih ini dengan jumlah besar, kontribusi delay-nya terjadi,” tutupnya.

[Gambas:Video CNN]

(SKT/AGT)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *