DJP Cuma Obok ‘Kebun Binatang’, DPR Was once-was Banyak Pengemplang Pajak




Jakarta, CNN Indonesia

DPR RI khawatir ada pembangkangan pajak dari masyarakat Indonesia jika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hanya fokus pada ‘kebun binatang’ yang ada.

‘Berburu di kebun binatang’ menjadi istilah yang kerap digunakan untuk menggambarkan aktivitas DJP yang cuma mengincar pemasukan dari wajib pajak eksisting. Namun, tidak ekspansi ‘kebun binatang’ dengan memperluas foundation pajak.

Anggota Komisi XI DPR RI Marwan Cik Asan meminta pemerintah tak sekadar fokus pada pajak dari komoditas. DJP diminta untuk mencari cara bagaimana memperluas penerimaan pajak, termasuk dari sektor virtual.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

“Potensi baru termasuk ekonomi virtual ini harus kita sama-sama mulai tekankan. Kalau saya lihat information dari 2020 cuma Rp32 triliun (pemasukan) dari pajak virtual, sementara jumlah transaksinya Rp2.200 triliun. Sehingga ada potensi penerimaan negara setidaknya Rp220 triliun (10 persen dari transaksi virtual),” ucapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DJP di DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (7/5).



“Perlu kita mencari sumber-sumber pajak baru. Jangan kita mengobok-obok ‘kebun’ yang ada ini. Nanti khawatirnya kalau diobok-obok terus terjadi pembangkangan pajak karena orang merasa diperlakukan tidak adil. Ada sisi-sisi bagian yang tidak terkena pajak, ada sisi yang dipajakin terus,” wanti-wanti Marwan.

Politikus Partai Demokrat itu menekankan pemerintah harus bisa mengatur napas sendiri. Sementara, ketergantungan kepada pajak komoditas membuat pendapatan Indonesia selalu tak pasti.

Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengamini bahwa isu harga komoditas selalu menjadi masalah dalam penerimaan pajak di tanah air. Di lain sisi, Perpajakan Sistem Virtual juga tertunda pembahasannya.

Misbakhun mengatakan potensi pajak virtual itu bisa diperoleh dari Netflix, Google, YouTube, dan aktivitas lainnya. Namun, ia mengklaim Pemerintah Indonesia masih gamang dalam menerapkan sistem perpajakan virtual.

“Indonesia mengikuti protokol OECD mengenai Pilar II bagaimana virtual gadget taxation. Sementara, Amerika itu keluar dari Pilar II itu sendiri. Kita berusaha jadi anak baik, tapi kemudian orang tuanya (AS) tidak mendidik kita menjadi anak baik-baik,” bebernya.

Politikus Partai Golkar itu juga menyoroti bagaimana rasio pajak Indonesia terus mandek di kisaran 8 persen. Padahal, pajak menjadi tulang punggung penerimaan negara hingga saat ini.

Misbakhun mengungkapkan rasio pajak Indonesia menjadi masalah serius yang perlu dibereskan. Ia menyebut tax ratio di kisaran 8 persen itu bahkan terendah di negara Asean, G20, maupun OECD.

Anggota Komisi XI DPR RI Galih Kartasasmita lantas mencurigai DJP memang sengaja tak mau membawa Indonesia keluar dari jebakan tax ratio rendah. Ia meragukan rasio pajak Indonesia bisa terangkat ke degree 10 persen atau bahkan lebih.

“Mohon maaf. Kalau ngomongin rasio pajak segitu-segitu saja, tadi ditanya sampai gak sih 10 persen, kok saya punya pikiran kayaknya sengaja dibikin enggak akan sampai. Coba lihat datanya (penerimaan pajak) dari tahun ke tahun pasti targetnya segitu-gitu saja dan gak sampai. Mohon maaf, kayak ada kesengajaan, kelihatan dari grafik ini,” duga Galih.

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo lantas mempertanyakan langkah konkret Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo soal cara memperluas foundation pajak. Menurutnya, upaya yang dijelaskan DJP tak berubah dari tahun ke tahun.

Ia menegaskan wajib pajak akan ketar-ketir jika tidak ada langkah konkret dari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan.

“Itu para wajib pajak banyak yang sudah ketar ketir, jangan sampai nanti upanya berulang seperti sebelumnya, keluhan mereka mengenai ‘berburu di kebun binatang’ ini terjadi lagi,” pesan Politikus PDI Perjuangan itu.

“Tolong sampaikan, memperluas ‘kebun binatangnya’ seperti apa sih? Program spesifik apa sehingga bisa diyakinkan kepada publik jangan berburu di ‘kebun binatang’ lagi, tapi ‘kebun binatangnya’ diperluas,” tegas Andreas.

[Gambas:Video CNN]

(SKT/SFR)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *