Harga Minyak Terjungkal 4 Persen Imbas Perang Dagang AS-China
Jakarta, CNN Indonesia –
Harga Minyak Dunia anjlok hampir 4 persen pada perdagangan Rabu (9/4) karena kekhawatiran permintaan yang meningkat imbas perang dagang dua negara ekonomi terbesar, AS dan Cina.
Harga minyak saat ini mencapai stage terendah lebih dari empat tahun terakhir.
Mengutip Reuters, harga minyak berjangka Brent turun US$2,13, atau 3,39 persen menjadi US$60,69 consistent with barel. Senada, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS turun US$2,36 atau 3,96 persen menjadi US$57,22.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Harga Brent menyentuh stage terendah sejak Maret 2021 dan WTI mencapai stage terendah sejak Februari 2021.
Kedua harga acuan anjlok selama lima sesi berturut-turut sejak Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif besar-besaran pada sebagian besar impor yang memicu kekhawatiran perang dagang world yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan menekan permintaan bahan bakar.
AS akan mengenakan tarif 104 persen pada China mulai hari ini, kata seorang pejabat Gedung Putih dalam pengarahan pada Selasa (8.4). AS menambahkan 50 persen lagi pada tarif setelah China menetapkan tarif balasannya pada barang-barang AS.
China berjanji tidak akan tunduk pada kebijakan Trump dan menetapkan tarif balasannya sebesar 34 persen ke semua produk AS yang masuk ke Beijing.
“Balasan agresif China mengurangi peluang kesepakatan cepat antara dua ekonomi terbesar dunia, yang memicu meningkatnya kekhawatiran akan resesi ekonomi di seluruh dunia,” kata Ye Lin, wakil presiden pasar komoditas minyak di Rystad Power.
“Pertumbuhan permintaan minyak China sebesar 50 ribu barel consistent with hari hingga 100 ribu barel consistent with hari terancam jika perang dagang berlanjut lebih lama, namun, stimulus yang lebih kuat untuk meningkatkan konsumsi domestik dapat mengurangi kerugian,” katanya.
Yang memperburuk penurunan minyak adalah keputusan OPEC+ minggu lalu, yang menyatukan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu termasuk Rusia, untuk menaikkan produksi pada Mei sebesar 411 ribu barel consistent with hari, sebuah langkah yang menurut para analis kemungkinan akan mendorong pasar menjadi surplus.
Goldman Sachs memperkirakan bahwa Brent dan WTI bisa turun ke US$62 dan US$58 consistent with barel pada Desember 2025 dan ke US$55 dan US$51 consistent with barel pada Desember 2026.
(LDY/delapan)