Kiat Bijak Cari Modal Sampai Sukses Jaga Cuan Bisnis Syariah
Jakarta, CNN Indonesia –
Ada banyak pertimbangan untuk serius memulai usahatermasuk bisnis syariah.
Butuh persiapan matang dalam memilih bisnis yang prospektif sampai bijak mencari modal. Di lain sisi, pebisnis juga kudu pintar menjaga kualitas produk sehingga para pelanggan pembawa cuan terus datang dan membuat usahanya tahan lama.
Founder finante.identity Rista Zwestika menilai bisnis syariah prospektif umumnya tak terpisahkan dengan kebutuhan dasar, misalnya makanan halal sampai properti.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
Proses bisnisnya juga harus taat aturan syariah, seperti tidak mengandung riba, gharar atau ketidakjelasan, dan maysir alias spekulasi.
Ini merekomendasikan lima tahap awal analisis atau brainstorming sebelum terjun ke lapangan.
Pertama, riset pasar dengan melihat kebutuhan atau tren yang berkembang.
Kedua adalah melakukan analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman (SWOT).
KetigaRista berpesan agar jangan sampai lupa menempuh studi atas pemilik bisnis serupa.
“Keempatkepatuhan syariah. Pastikan seluruh aspek bisnis sesuai prinsip Islam. Kelimastyle monetisasi. Bagaimana cara bisnis menghasilkan keuntungan secara berkelanjutan?” ucapnya kepada Cnnindonesia.comKamis (27/3).
Contoh bisnis syariah yang bisa dipilih, antara lain properti. Ini bisa ditekuni dengan cara melakukan jual beli atau penyewaan properti tanpa unsur riba.
Lalu, bisnis yang bergerak di sektor keuangan syariah. Ada koperasi, pinjaman peer to look (p2p) halal, sampai manajemen investasi syariah.
Produk-produk halal yang bisa dijual juga boleh dilirik, mulai dari menjajakan makanan, kosmetik, maupun barang type. Begitu pula sektor pendidikan syariah semacam sekolah Islam, kursus on-line, hingga pelatihan keuangan.
Terakhir, ada commute umrah dan wisata halal yang sudah cukup menjamur. Rista menekankan berbisnis syariah tak boleh lupa menyiapkan keunggulan yang bisa bersaing dengan kompetitor.
Sedangkan estimasi modal tergantung dengan skala bisnis yang dipilih. Skala kecil boleh dimulai dengan nominal kurang dari Rp50 juta, lalu naik sampai Rp300 juta untuk kelas menengah, dan lebih dari Rp300 juta jika ingin serius berbisnis syariah yang langsung besar.
“Strategi memulai (bisnis syariah) dengan modal kecil: mulai dari style agen/reseller sebelum produksi sendiri; gunakan sistem pre-order untuk mengurangi modal awal; manfaatkan pemasaran virtual untuk mengurangi biaya operasional; gunakan kerja sama bagi hasil dengan mitra daripada sistem gaji tetap,” saran Rista.
Sumber modalnya terbagi ke dalam dua opsi, yaitu tanpa pinjaman financial institution alias bebas riba atau mencari alternatif pendanaan lain.
Modal bebas riba bisa dimulai dari Bootstrap; crowdfunding syariah; mencari investor syariah; maupun pinjam ke koperasi syariah. Selain itu, Anda bisa menggunakan konsep pre-order dan konsinyasi alias menjual produk sebelum produksi untuk mengumpulkan modal awal.
“Alternatif pendanaan: mengajukan pinjaman berbasis akad mudharabah atau murabahah ke financial institution syariah; (mencari modal ke) lembaga keuangan syariah, seperti Baitul menggiling Tamwil (BMT); atau dana hibah dan inkubator bisnis dari program pemerintah atau lembaga yang mendukung startup berbasis syariah,” jelasnya.
“Jika style bisnisnya kuat dan memiliki kebutuhan pasar tinggi, seri bisa lebih cepat. Kalau butuh edukasi pasar lebih lama, misalnya produk halal baru mungkin 2 tahun-3 tahun untuk benar-benar stabil dan cuan besar,” tambah Rista.
Kiat jaga pasar
Rista mengatakan ada tiga fase dalam menjalankan bisnis syariah.
Pertama, fase awal di 3 bulan sampai 6 bulan pertama melalui uji pasar dan validasi produk.
Kemudian, masuk fase kedua berupa penguatan emblem serta menjaga loyalitas pelanggan pada 6 bulan-12 bulan awal. Ketiga, fase ekspansi dan menuju profitabilitas stabil saat bisnis sudah berumur 1 tahun hingga 2 tahun.
Sementara itu, Head of Advisory & Monetary Planner Finansialku Shierly menekankan bahwa bisnis yang bisa stabil dan cuan tergantung prospek usahanya. Lalu, bagaimana skala modalnya dan cara mengelola bisnis tersebut.
Ia mencoba membagi perilaku konsumen ke dalam tiga kelompok. Menurutnya, analisis ini penting untuk melakukan tes pasar sampai akhirnya bisa menjaga konsumen bisnis.
“Goal pasar menengah ke bawah biasanya akan lebih sensitif terhadap harga (dan) kuantitas produk. Cenderung tidak dependable terhadap merek dan membeli dalam jumlah kecil tapi sering,” ungkapnya.
“Sedangkan goal menengah cenderung seimbang antara kualitas dan harga, tertarik dengan manfaat produk dalam jangka panjang dan diskon walau tidak selalu mencari harga termurah, serta cukup dependable terhadap merek,” imbuh Shierly.
Di lain sisi, goal pembeli menengah ke atas bakal lebih sensitif dengan kualitas produk dan jasa ketimbang harga. Ia menyarankan untuk selalu memperhatikan keamanan, kenyamanan, eksklusivitas, dan pengalaman dalam berbelanja untuk menjaga kelompok buyer ini.
Shierly juga mengingatkan bahwa sekarang Indonesia menghadapi kondisi penurunan daya beli. Oleh karena itu, bisnis kebutuhan tersier dan way of life bukan prioritas bagi goal pasar tertentu.
Ia menyarankan untuk lebih selektif dalam berbisnis. Menentukan segmen pasar atau calon buyer yang diincar menjadi langkah yang tepat.
“Sebaiknya segmented karena semakin mengenal karakteristik, kebutuhan, dan preferensi segmen tersebut maka kita akan membuat produk serta layanan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka,” tutupnya.
(AGT)