Bapanas Wanti-wanti Surplus 10 Persen Telur Tak Berarti Boleh Ekspor
Jakarta, CNN Indonesia –
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan meskipun produksi telur nasional mengalami surplus sekitar 10 persen, keputusan untuk mengekspor komoditas ini tidak bisa diambil secara gegabah.
Menurutnya, prioritas utama adalah memastikan kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan memiliki cadangan yang cukup sebelum mempertimbangkan ekspor.
Arief menjelaskan stok telur harus dikelola dengan teknologi yang tepat karena sifatnya yang sensitif.
IKLAN
Gulir untuk melanjutkan konten
“Gini, kalau memadai kemudian kebutuhan semua sudah, di stok sebagai cadangan, harus ada teknologinya karena telur itu kan sensitif. Kalau mau ekspor ya harus dikalkulasi. Tapi kalau itu harus terjadi, bagus,” ujarnya ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (24/3).
Menanggapi pertanyaan terkait potensi ekspor telur ke Amerika Serikat (AS), Arief enggan berkomentar lebih jauh dan mengarahkan pertanyaan tersebut kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
Namun, ia menekankan prinsip utama dalam tata kelola pangan adalah memanfaatkan produksi dalam negeri terlebih dahulu. Jika ada kelebihan setelah cadangan terpenuhi, barulah ekspor bisa menjadi opsi.
“Pokoknya intinya produksi dalam negeri, kita gunakan dalam negeri. Lebih itu kita pakai buat cadangan. Kalau lebih lagi ekspor, apapun produknya, enggak cuma telur,” tutur Arief.
“Jadi kalau misalnya jagung, jagung produksinya overall 16 juta (ton), keperluannya misalnya 18 juta (ton), 2 jutanya bisa dicadangkan. Kalau enggak bisa dicadangkan berarti sudah ekspor. Kalau enggak nanti harga petani jatuh, gitu kan ya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan surplus telur saat ini diperkirakan mencapai 10 persen. Namun, ia mengingatkan bahwa program makan bergizi free of charge (MBG) yang akan segera berjalan dapat menyerap pasokan telur dalam jumlah besar.
Program besutan Presiden Prabowo Subianto ini direncanakan menjangkau 5.000 dapur, dengan setiap dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) melayani sekitar 3.000 penerima manfaat. Jika program ini berkembang hingga mencapai 82,9 juta penerima, maka stok telur yang tersedia akan terserap habis.
“Jangan lupa ya, ini kan ada makan bergizi free of charge. Itu kan nanti akan 5.000 outlet. Satu SPPG itu kan duvet 3.000, berarti kan 15 juta. Nanti kalau sampai 82 juta penerima, 82,9 juta, itu kan berarti habis semua terserap tuh. Jadi harus hati-hati dalam memutuskan ekspor, pokoknya penuhin dalam negerinya dulu,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah telah membuka peluang ekspor telur ayam ke AS seiring dengan permintaan dari negara tersebut akibat keterbatasan pasokan domestik.
Mantan Amran mengungkapkan Indonesia saat ini mengalami surplus produksi pangan, termasuk ayam dan telur, sehingga kemungkinan ekspor dapat dilakukan.
“Iya, mudah-mudahan (bisa ekspor). Kita memang sekarang pangan kita umumnya surplus ekspor, ayam kita surplus, telur juga surplus. Mudah-mudahan,” ujar Amran di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (6/3).
Kendati demikian, Amran menegaskan pemerintah akan tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, terutama dalam mendukung program MBG yang sedang digalakkan.
Dalam kesempatan yang sama, Wamentan Sudaryono memastikan Indonesia memiliki stok telur yang cukup untuk memenuhi permintaan ekspor ke AS.
Berdasarkan neraca komoditas, menurutnya, pemerintah siap mengirimkan 1,6 juta butir telur setiap bulan.
“Kita lihat neraca dari komoditi telur kita. Kita siap 1,6 juta butir, (untuk) berapa kontainer, nanti bisa dicek ke lah. Ke Amerika setiap bulan. Jadi kita bisa, kita ikut,” ujarnya.
Sudaryono menilai peluang ekspor ini positif bagi Indonesia, terutama dalam upaya memperluas pasar produk peternakan nasional.
“Ya, kan, bagus juga ya, jadi kita punya marketplace baru. Tentu saja kan di tengah-tengah kita juga lagi tingkatkan produktivitas protein kita untuk makan bergizi dan lain-lain. Jadi bagus juga kalau kita punya channel lain,” ujar Sudaryono.
(Bagian/Harga)