Vietnam Pangkas 100 Ribu PNS, Apa yang Sebenarnya Terjadi?




Jakarta, CNN Indonesia

Pemerintah Vietnam tengah melakukan reformasi besar-besaran di sektor birokrasi dengan memecat 100 ribu pegawai negeri sipil (PNS).

Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi besar-besaran yang dilakukan Vietnam di bawah kepemimpinan Sekretaris Jenderal Partai Komunis To Lam.

Keputusan ini menimbulkan keresahan di kalangan pegawai negeri, karena selama ini bekerja di sektor pemerintahan dianggap sebagai pekerjaan yang aman seumur hidup.

IKLAN

Gulir untuk melanjutkan konten

Menurut pemerintah Vietnam, dalam lima tahun ke depan, satu dari lima pegawai negeri akan kehilangan pekerjaannya atau diberi opsi pensiun dini.



Lantas mengapa Vietnam melakukan pemecatan PNS?

Vietnam sedang berupaya meningkatkan efisiensi pemerintahan dan menghapus pejabat yang dianggap kurang kompeten. To Lam menegaskan bahwa lembaga negara tidak boleh menjadi “tempat berlindung bagi pejabat yang lemah.”

“Kita harus seperti tubuh yang sehat, terkadang perlu menelan obat pahit dan menahan rasa sakit untuk mengangkat tumor,” kata To Lam pada Desember silam, melansir Afp.

Kebijakan ini tidak hanya memangkas jumlah kementerian dan lembaga pemerintah dari 30 menjadi 22, tetapi juga berdampak pada berbagai sektor, termasuk media, kepolisian, dan militer.

Pemerintah memperkirakan reformasi ini akan menghemat sekitar 113 triliun dong atau setara Rp71,86 triliun dalam lima tahun ke depan. Namun, untuk program pensiun dini dan pesangon, Vietnam harus mengeluarkan lebih dari US$5 miliar.

Meski demikian, beberapa pihak khawatir bahwa justru pegawai yang paling kompeten akan memilih keluar karena memiliki lebih banyak pilihan karier di luar pemerintahan.

Lalu seperti apa kondisi ekonomi Vietnam saat ini?

Melansir berbagai sumber, reformasi birokrasi ini terjadi di tengah perubahan besar dalam ekonomi Vietnam. Tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 7,1 persen, dan pemerintah menargetkan 8 persen pada 2025.

Vietnam telah menjadi pusat manufaktur world yang sangat bergantung pada ekspor, tetapi ada kekhawatiran bahwa negara ini akan terkena dampak tarif baru dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Sektor industri Vietnam mulai bangkit kembali, sektor pariwisata telah pulih ke tingkat sebelum pandemi, dan inflasi tetap terkendali di angka 2,71 persen. Namun, sektor properti masih menghadapi masalah keuangan, meskipun ada optimisme menjelang reformasi hukum baru.

Untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang, Vietnam kini beralih dari ekonomi berbasis manufaktur bernilai rendah ke pengembangan teknologi dan keberlanjutan.

To Lam menegaskan bahwa teknologi adalah “penggerak utama” pertumbuhan ekonomi.

Untuk mendukung visi ini, pemerintah telah menyetujui proyek-proyek besar, seperti pembangunan kereta cepat Utara-Selatan, pembangkit listrik tenaga nuklir pertama, dan pelabuhan laut dalam. Selain itu, investasi asing langsung (FDI) ke Vietnam meningkat 9,4 persen dibanding tahun sebelumnya.

China membantu membangun proyek kereta cepat di Vietnam utara, Rusia berkontribusi dalam pengembangan tenaga nuklir, dan perusahaan-perusahaan teknologi besar AS seperti Nvidia, Samsung, Foxconn, Google, dan Meta mulai memperluas investasi mereka di Negeri Naga Biru itu.

Namun, Vietnam masih menghadapi tantangan dalam tata kelola pemerintahan. Financial institution Dunia telah memperingatkan bahwa mimpi ekonomi Vietnam sulit terwujud jika institusinya tetap lemah. Untuk mengatasi ini, To Lam telah mengintensifkan kampanye anti-korupsi.

Sejak 2021, kampanye ini telah menyeret dua presiden, tiga wakil perdana menteri, serta puluhan pemimpin bisnis dan pejabat tinggi lainnya.

Salah satu kasus terbesar adalah skandal perbankan yang melibatkan Truong My Lan, yang divonis hukuman mati karena penipuan keuangan terbesar dalam sejarah world.

Namun, pendekatan keras To Lam terhadap korupsi juga memicu ketidakstabilan politik. Banyak pejabat tinggi mengundurkan diri, pemerintah kehilangan bantuan luar negeri, dan beberapa kebijakan tertunda akibat ketidakpastian politik.

[Gambas:Video CNN]

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Vietnam tetap berambisi untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045.

Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah tidak hanya memangkas birokrasi, tetapi juga berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur dan teknologi.

Namun, Vietnam juga perlu mengatasi masalah domestik, seperti reformasi pajak properti, perumahan sosial, potensi krisis energi, dan revisi pajak penghasilan nasional. Jika tidak dikelola dengan baik, proyek infrastruktur besar seperti kereta cepat senilai US$67,3 miliar bisa memicu keresahan sosial.

(Bagian/Harga)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *