Pemerintah Kaji Insentif Demi Tarik Investasi Pusat Knowledge di Indonesia
Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah tengah mengkaji kebijakan khusus untuk menarik investasi pusat data (pusat information) di Indonesia, terutama terkait tarif listrik yang masih dianggap belum kompetitif dibandingkan negara tetangga.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menegaskan pemerintah harus melihat peluang apa saja yang bisa didorong untuk meningkatkan industri dalam negeri melalui investasi pusat information.
“Kita juga harus melihat peluang apa lagi yang bisa kita dorong untuk meningkatkan industri kita,” ujar Rachmat di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jakarta, Jumat (11/10).
Menurut Rachmat, tarif listrik untuk industri pusat information di Indonesia saat ini berada pada kisaran US$11 sen – US$12 sen in step with kilowatt-hour (kWh). Sementara, tarif listrik di Malaysia hanya sekitar US$8 sen in step with kWh.
Ia mengungkapkan penting bagi pemerintah untuk memberikan insentif khusus demi membuat biaya listrik bagi pusat information lebih kompetitif di Indonesia.
“Kita ingin coba, itu ada preseden-preseden sebenarnya kita memberikan insentif-insentif. Kayak misalnya batu bara ada yang kita berikan lebih rendah, atau fuel untuk industri tertentu. Bahkan untuk charging station saja, harganya berbeda. Jadi presedennya ada, tinggal nanti mungkin pemerintah bisa duduk bareng, kita lihat industrinya seberapa strategis dan insentif apa yang perlu diberikan,” jelas Rachmat.
Selain tarif listrik, Rachmat juga menyoroti aspek lain seperti konektivitas dan penggunaan listrik hijau. Menurutnya, banyak pelaku industri yang menginginkan listrik ramah lingkungan untuk operasional pusat information mereka.
“Kita harus juga pikir, kalau kita bikin banyak di Indonesia, bisa nggak kita hilirisasi, bisa enggak servernya dirakit di Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja baru? Kalau tidak, nanti kita hanya jadi tempat parkir saja,” ujarnya.
Rachmat menekankan investasi pusat information harus memberikan efek pengganda bagi ekonomi Indonesia, bukan sekadar sebagai penerima pajak atau biaya layanan.
Dalam hal regulasi, Rachmat mengakui ada beberapa hal yang masih perlu ditinjau, seperti revisi undang-undang terkait telekomunikasi yang dinilai sudah usang.
Namun, ia menyatakan bahwa aturan terkait multi-provider untuk layanan seperti energi sudah diizinkan secara regulasi, meski dampaknya belum signifikan.
“Ini PR saya untuk minggu depan, kita akan menindaklanjuti lagi. Sejauh ini, secara regulasi penyedia multi-setelah sudah diperbolehkan, tapi mungkin kita perlu lihat kenapa dampaknya belum sebesar yang kita pikir,” pungkasnya.
(skt/sfr)