Tersayat Kasus Fraud, Transformasi Jadi Obat
Jakarta, CNN Indonesia —
Di tengah upaya transformasi yang dilakukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), salah satu perusahaan pelat merah di sektor farmasi, PT Indofarma (Persero) Tbk, menjadi sorotan karena tersandung kasus dugaan korupsi.
Berawal dari isu tunggakan gaji karyawan sejak Maret 2024, Kementerian BUMN kemudian melaporkan kasus dugaan penipuan atau fraud PT Indofarma World Medika (IGM) ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Mei 2024.
Kementerian BUMN bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan koordinasi dengan pihak Kejagung untuk mengatasi permasalahan di anak usaha Indofarma tersebut.
Meski tengah menghadapi kasus hukum, Kementerian BUMN menekankan nasib Indofarma dan anak usahanya harus tetap diselamatkan. Semua permasalahan, termasuk utang pada supplier harus segera diselesaikan.
Langkah ini kemudian diwujudkan dengan membentuk job drive alias satuan tugas (satgas) untuk merestrukturisasi dan menyembuhkan Retaining BUMN Farmasi yang sakit, termasuk Indofarma. Sebab persoalan Indofarma selain dugaan fraud berdasarkan hasil audit BPKP juga terkait penyelamatan perusahaan.
Salah satu langkah darurat untuk mengatasi masalah keuangan yang mendesak adalah dengan melepas sebagian asetnya. Uang hasil penjualan aset ini akan digunakan untuk melunasi seluruh hak karyawan, mulai dari gaji bulanan, tunjangan, hingga pesangon yang belum dibayarkan.
Dalam penyelesaian kewajiban kepada karyawan, perusahaan akan tetap dibantu oleh maintaining yakni Biofarma. Dengan harapan, semua pekerja nantinya yang terdampak bisa mendapatkan haknya.
Di samping itu, perubahan besar dalam cara Indofarma beroperasi ke depan juga dilakukan. Jika sebelumnya Indofarma memproduksi obat-obatan dalam jumlah besar tanpa mempertimbangkan permintaan pasar, kini perusahaan akan fokus pada produksi sesuai pesanan.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi beban keuangan perusahaan akibat adanya produk yang tidak laku.
Skandal Indofarma
Kasus yang menimpa Indofarma tidak lepas dari pengungkapan dugaan fraud yang merugikan negara hingga Rp436 miliar.
Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, selaku pimpinan Retaining BUMN Farmasi, pada Rapat Dengar Pendapat dengan BUMN Farmasi di Komisi VI DPR RI pada pertengahan Juni 2024, mengungkap adanya 10 praktik fraud di Indofarma yang sangat merugikan perusahaan.
Masalah pertama yang diungkap adalah potensi kerugian Rp157,33 miliar di unit bisnis fast paced shopper items (FMCG) IGM, yang menjadi salah satu penyebab utama kemunduran finansial perusahaan.
“Kemudian, (kedua) indikasi kerugian IGM dengan penempatan dan pencairan deposito beserta bunganya senilai Rp35,07 miliar,” ungkap Shadiq dalam Rapat Dengar Pendapat dengan BUMN Farmasi di Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Ketiga, indikasi kerugian IGM atas penggadaian deposito beserta bunga senilai Rp38,06 miliar pada Financial institution Oke. Indikasi keempat menunjukkan bahwa pengembalian uang muka senilai Rp18 miliar tidak pernah masuk ke rekening Indofarma World Medika.
Kasus kelima semakin memperburuk keadaan dengan adanya pengeluaran dana dan biaya yang tidak memiliki dasar transaksi, menyebabkan indikasi kerugian Rp24,35 miliar.
Keenam, kerja sama distribusi alat kesehatan TeleCTG dengan PT ZTI tanpa perencanaan matang menambah daftar kerugian sebesar Rp4,50 miliar, diikuti dengan pembayaran yang melebihi bill senilai Rp10,43 miliar akibat stok TeleCTG yang tidak terjual.
“Ketujuh, pinjaman melalui fintech bukan untuk kepentingan perusahaan berindikasi kerugian IGM sebesar Rp1,26 miliar,” tutur Shadiq.
Kedelapan, kegiatan usaha masker tanpa perencanaan memadai yang berindikasi fraud senilai Rp2,67 miliar. Ini juga berdampak pada penurunan nilai persediaan masker serta berpotensi kerugian Rp60,24 miliar atas piutang macet PT Promedik dan imbas sisa masker Rp13,11 miliar.
Kemudian indikasi kesembilan memperlihatkan potensi fraud dari pembelian dan penjualan speedy check panbio tanpa perencanaan memadai, mengakibatkan kerugian Rp56,70 miliar. Hal ini juga terkait dengan piutang macet PT Promedik.
Terakhir, Indofarma mengalami kerugian Rp5,98 miliar dari pembelian dan penjualan PCR package Covid-19 yang kedaluwarsa, serta piutang macet sebesar Rp9,17 miliar. Jika diakumulasikan, overall potensi fraud yang melibatkan Indofarma dan anak usahanya mencapai angka Rp436,87 miliar.
Dirut Indofarma 2019-2023, Arief Pramuhanto, pun ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta pada Kamis (19/9). Ia bersama dua orang lainnya, yaitu GSR selaku direktur IGM 2020-2023 dan CSY sebagai head of finance IGM juga ditetapkan sebagai tersangka baru.
Direktur Utama PT Indofarma (Persero) Tbk, Yeliandriani, mengatakan ketiga tersangka itu diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp371 miliar. Angka tersebut merupakan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ia pun menegaskan pihaknya mendukung penuh proses hukum yang berlangsung, sesuai peraturan perundang-undangan. Indofarma berkomitmen menjaga kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi kasus ini.
“Menteri BUMN, Pak Erick Thohir, telah menyampaikan bahwa tidak ada toleransi terhadap praktik korupsi yang merugikan negara. PT Indofarma Tbk akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN,” kata Yeliandriani dalam keterangan resmi, Jumat (20/9).
Yeliandriani menegaskan bahwa kasus hukum yang menjerat mantan direktur utama dan dua pejabat anak perusahaan tidak akan menghambat upaya perusahaan untuk bangkit dari keterpurukan.
Indofarma berkomitmen untuk melakukan restrukturisasi besar-besaran, baik dari segi keuangan maupun bisnis. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan perusahaan dan mengembalikan kepercayaan publik.
Menurutnya, kasus ini adalah langkah awal untuk membersihkan BUMN dari praktik-praktik kotor. Ini juga merupakan bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam upaya menjadikan BUMN sebagai pilar ekonomi yang bersih dan transparan.
(dalam)