OJK merespons terkait banyaknya perusahaan yang pakai dana IPO untuk membeli aset milik pengendali perusahaan.

OJK Respons Calon Emiten Kerap Pakai Dana IPO Beli Aset Bos Perusahaan




Jakarta, CNN Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons kekhawatiran investor soal banyaknya perusahaan yang akan melakukan pencatatan saham perdana (preliminary public providing/IPO) menggunakan dana penawaran umum perdana untuk membeli aset yang dimiliki pengendali perusahaan atau penerima manfaat akhir.

Pasalnya, jika pengendali terkena masalah hukum yang mengakibatkan harta disita, maka kemungkinan aset yang dibeli emiten menggunakan dana hasil IPO akan ikut disita. Hal itu pernah terjadi dalam kasus Benny Tjokro dan Heru Hidayat pada kasus Jiwasraya.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan pada dasarnya OJK tak memberikan penilaian atas keunggulan suatu investasi, terutama terkait dengan keputusan bisnis dari calon emiten.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN ISI

“Oleh karena itu, skema bisnis, termasuk restrukturisasi interior, serta batasan maksimal saham yang ditawarkan calon emiten tidak dibatasi,” kata Inarno dalam keterangan tertulis, Kamis (3/10).


Namun, OJK memastikan perlindungan terhadap investor tetap menjadi perhatian melalui penerapan prinsip keterbukaan yang mewajibkan agar seluruh informasi terkait calon emiten serta risiko usahanya terungkap dalam prospektus.

Sehingga, publik dapat menilai apakah instrumen yang ditawarkan calon emiten tersebut sesuai dengan possibility urge for food dari investor.

Di samping itu, Inarno juga menyampaikan selain terdapat penelaahan dari OJK, proses penawaran umum juga melibatkan peran dan tanggung jawab dari lembaga dan profesi penunjang pasar modal, seperti Penjamin Emisi Efek, Konsultan Hukum dan Akuntan Publik.

“Para pihak yang terlibat dalam penawaran umum inilah yang menjadi garda terdepan untuk memberikan pendapat, termasuk terkait dengan keabsahan harta dan kekayaan calon emiten, baik dari sisi criminal maupun pengakuan akuntansinya,” jelasnya.

Pihaknya berharap dengan kerangka pengaturan peran dan tanggung jawab masing-masing pihak dapat memitigasi risiko di masa yang akan datang, termasuk risiko hukum yang berpotensi terjadi di kemudian hari.

Di sisi lain, Inarno mengungkap rencana untuk mengatur larangan pengalihan pengendalian dari pengendali sedang dibahas. Hal itu guna memitigasi risiko pengendali menghindari tanggungjawabnya atau mengaburkan statusnya sebagai pengendali.

“Berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini (POJK Nomor 25 tahun 2017), terdapat ketentuan mengenai lock up saham bagi setiap pihak yang memperoleh efek bersifat ekuitas dari emiten dengan harga dan/atau nilai konversi dan/atau harga pelaksanaan di bawah harga penawaran umum perdana saham dalam jangka waktu enam bulan sebelum penyampaian pernyataan pendaftaran kepada OJK,” pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]

(dari/dari)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *