Kantor Jokowi Bongkar Alasan Gaji Pekerja RI Kecil
Jakarta, CNN Indonesia —
Kantor Staf Presiden (KSP) membongkar alasan mengapa karyawan di Indonesia memiliki penghasilan rendah. Gaji rata-rata hanya Rp1,7 juta consistent with bulan.
Rendahnya penghasilan di Indonesia disebabkan mayoritas pekerja Indonesia bekerja di sektor casual yang pendapatannya kecil.
Deputi III KSP Bidang Perekonomian Edy Priyono menjelaskan pada dasarnya secara alami akan mengalami proses transformasi perekonomian, yang mulanya didominasi oleh sektor pertanian, kemudian berganti ke sektor industri, lalu ke tahap akhir sektor jasa.
“Jadi sebenarnya yang dipersoalkan bukan deindustrialisasinya, karena kalau deindustrialisasi itu kan proses ilmiah. Karena pada akhirnya perekonomian semakin maju, itu semakin besar peranan dari sektor jasa,” ujar Edy dalam seminar Evaluasi Satu Dekade Pemerintahan Jokowi, Kamis (3/10), melansir detikfinance.
Namun, yang menjadi masalah adalah proses dominasi sektor jasa di Indonesia terhadap perekonomian nasional yang terjadi jauh lebih cepat sebelum sektor industri tumbuh stabil. Imbasnya, Indonesia mengalami deindustrialisasi dini sejak 2001.
Edy menilai kondisi ini terus berlanjut dan belum bisa diselesaikan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam 10 tahun terakhir.
“Tetapi biasanya dominasi sektor jasa itu terjadi karena sektor jasanya tuh makin naik sementara industrinya stabil. Di kita enggak, industrinya ini turun, peran sektor industri terhadap PDB (produk domestik bruto) itu turun,” ucap Edy.
“Nah, di kita, deindustrialisasinya terlalu dini, sebelum mencapai stage ensure that, industri kita sudah tidak kompetitif lagi. Sementara sektor jasa yang berkembang, itu jasa-jasa yang kalau boleh dikatakan tidak menjamin kesejahteraan. Nah, ini juga menjadi tantangan tersendiri,” imbuhnya.
Menurutnya, kondisi ini secara langsung dapat memengaruhi pembukaan lapangan kerja baru di Indonesia, di mana selama Jokowi menjabat rata-rata hanya tercipta 2 juta lapangan kerja consistent with tahun.
“Ini juga terkait dengan apa yang terjadi di pasar kerja. Lapangan kerja yang tercipta setiap tahun hanya sekitar 2 juta, itu tidak cukup, benar. Karena jumlah angkatan kerja baru di kita itu rata-rata setiap tahun 2,5 juta,” jelas Edy.
“Jadi setiap tahun tuh ada 2,5 juta (orang) pencari kerja baru. Jadi kalau kita tidak menghasilkan lapangan kerja baru di atas itu, akan ada masalah,” tambahnya.
Akibatnya, mereka yang tak mendapatkan lapangan pekerjaan formal beralih ke sektor pekerjaan casual seperti buruh lepas atau tidak tetap hingga pekerja keluarga yang tidak dibayar (unpaid circle of relatives employee).
Edy mengatakan secara umum banyaknya pekerja casual ini tidak memengaruhi angka pengangguran nasional. Namun, menurutnya, dominasi pekerja casual ini dapat menjadi masalah jika dilihat dari sisi kesejahteraan masyarakat, di mana rata-rata pendapatan para pekerja casual ini hanya Rp1,7 juta consistent with bulan.
“Kalau angka pengangguran kita baik-baik saja, tapi lebih tercermin di sini, yaitu dominasi sektor casual. Sekitar 60 persen dari pekerja kita saat ini adalah pekerja di sektor casual dengan penghasilan sangat terbatas, rata-rata ya. Memang ada pekerja casual yang sejahtera ya ada,” ucapnya.
“Kita terlalu besar, 60 persen dari pekerja kita adalah pekerja casual dengan rata-rata penghasilan hanya R 1,7 juta consistent with bulan dan ini memang masalah,” terang Edy.
(dari/dari)