Gebrakan 17 Hari Pertama Bersih-bersih BUMN, Memulai Generation Baru Garuda
Transformasi besarĀ BUMN terjadi di awal periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi pada akhir 2019 lalu.
Transformasi bermula dari pengungkapan penyelundupan komponen Harley Davidson dan Sepeda Brompton oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Penyelundupan berpotensi merugikan negara Rp1,5 miliar. Setelah diselidiki; penyelundupan ternyata melibatkan sosok penting di tubuh PT Garuda Indonesia.
Tidak tanggung-tanggung, Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang lebih populer disebut Ari Askhara menjadi salah satu pihak yang berada di balik penyelundupan itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan kronologis kasus penyelundupan terungkap.
“Pertama, kronologinya Minggu, (17/12) Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan atas pesawat baru dari Garuda GA9721 Airbus A330900. Jadi dia terbang khusus untuk pengadaan Garuda dari Perancis ke Cengkareng masuk GMF,” papar Sri Mulyani saat itu.
Sri Mulyani memaparkan ada 22 penumpang dalam pesawat tersebut termasuk Ari Askhara. Tapi menurutnya, tidak ada kargo yang tercatat dalam penerbangan tersebut.
Dan saat pemeriksaan, DJBC memang tidak menemukan pelanggaran kepabeaan pada bagian kokpit dan barang kargo.
“Jadi, sesuai barang manifest,” ujar Sri Mulyani.
Namun, DJBC menemukan beberapa koper dan 18 boks warna cokelat di lambung pesawat. Keseluruhan barang tersebut memiliki klaim tas sebagai bagasi penumpang.
“Pemilik koper tidak claim shipment bea cukai dan tidak sampaikan keterangan lisan bahwa memiliki barang ini,” jelas Sri Mulyani.
Dia memaparkan berdasarkan pemeriksaan lanjutan ditemukan 15 koli atas nama SAS. Kotak tersebut berisi komponen Harley bekas dengan kondisi terurai.
LS adalah nama yang tertera dalam claimtag 3 koli yang berisi dua sepeda Brompton dengan kondisi baru. Sri Mulyani memperkirakan barang tersebut bernilai sekitar Rp800 juta in keeping with unit.
Sementara nilai sepeda diperkirakan Rp50 juta hingga Rp60 juta in keeping with unit.
“Overall potensi kerugian negara kalau tidak claim Rp532 juta sampai Rp1,5 miliar,” papar Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengungkap SAS mengaku barang yang dibawa tersebut dibeli menggunakan akun e-Bay. Namun, ketika dilakukan pengecekan tidak terdapat kontak penjual e-Bay dalam akun SAW.
“Setahu kami, oknum tidak hobi motor, tapi impor Harley. Hobinya sepeda, tapi mungkin dari sepeda jadi sepeda motor,” papar Sri Mulyani.
Dia pun menambahkan pihak DJBC menemukan transaksi lain yang dibeli dan dibawa ke Indonesia. Tapi, masih dalam proses penyelidikan terhadap motor awal.
“Apakah mungkin yang mereka beli atau pihak bersangkutan. Ini masih jadi investigasi DJBC,”
Tanpa ampun. Menteri BUMN Erick Thohir yang saat itu belum genap bekerja 20 hari langsung memecat Ari Ashkara. Ia juga memecat 4 direktur Garuda lainnya yang terkait kasus itu.
Langkah Erick ini terbilang berani. Maklum, sebelum kejadian itu, direksi Garuda Indonesia yang sempat terbukti memoles laporan keuangan dari sebelumnya rugi menjadi untung pada 2019 aman dari hukuman.
Mereka hanya terkena sanksi administratif berupa pembayaran denda dan revisi laporan keuangan.
Setelah kejadian itu, Erick Thohir terus melakukan bersih-bersih di tubuh Garuda.
Langkah pertama yang ia ambil untuk membersihkan Garuda adalah menunjuk direksi dan komisaris baru.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Garuda Indonesia yang dilaksanakan Januari 2020 lalu, Erick mengangkat Irfan Setiaputra menjadi bos Garuda yang mendapatkan pekerjaan rumah besar menavigasikan kembali kiprah Garuda Indonesia menjadi not off course.
Ia juga menunjuk putri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid menjadi Komisaris Garuda.
“Kami di Kementerian BUMN berupaya mencari figur terbaik yang duduk mengelola flight provider kita, Garuda Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi awal Januari 2020 lalu.
Pada Irfan Setiaputra, Erick menaruh harapan manajemen Garuda ke depan dapat menjalankan amanah dengan baik, mengikuti prinsip tata kelola yang baik (GCG), termasuk membawa Garuda lebih baik lagi.
Pembersihan tak berhenti di situ. BUMN yang saat itu ibarat Kotak Pandora, sebuah guci dalam mitologi Yunani yang berisi segala macam keburukan yang ada di dunia mulai dibongkar Erick.
Salah satunya soal biaya sewa pesawat Garuda. Kementerian BUMN di bawah Erick mengevaluasi sistem pengadaan pesawat PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melalui skema penyewaan (leasing).
Tujuannya, demi menekan biaya sewa pesawat dari pihak pemberi sewa (lessor).
Pertimbangannya, biaya sewa pesawat oleh Garuda Indonesia termasuk yang paling besar dibandingkan dengan maskapai penerbangan lain di dunia, yakni mencapai 27 persen dari general biaya operasional.
Usut punya usut, ternyata masalah itu dipicu oleh harga sewa pesawat Garuda Indonesia yang mencapai empat kali lipat di atas rata-rata pasar international.
Besaran biaya sewa itu diungkap oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo di Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR pada November 2021 lalu.
“Garuda termasuk yang terbesar dengan plane condo value dibagi earnings Garuda itu mencapai 24,7 persen, empat kali lipat dari international reasonable,” ujar Tiko, sapaan akrabnya saat itu.
Maka dari itu, menurutnya, tak heran bila kemudian utang maskapai jadi menumpuk. Tercatat, utangnya sampai November 2021 lalu mencapai US$9,75 miliar atau setara Rp138,93 triliun (kurs saat itu Rp14.250 in keeping with dolar AS).
Atas kondisi ini, pemerintah pun merestrukturisasi Garuda. Salah satunya dengan mengurangi beban biaya sewa pesawat yang terlalu mahal.
Caranya beragam, mulai dari mengurangi jenis pesawat yang akan digunakan maskapai dari 13 jenis menjadi 7 jenis saja.
Setelah mengurangi jenis, jumlah pesawatnya pun akan dipangkas. Saat ini, Garuda yang semula punya 142 pesawat sudah dikurangi menjadi tinggal 50-60 pesawat saja yang beroperasi.
Dampaknya, suka tidak suka memang membuat jumlah rute penerbangan berkurang. Rute yang semula mencapai 237 penerbangan pada 2019 akan terpangkas jadi 140 rute pada 2022.
Tak cuma mengurangi jenis, jumlah, hingga rute pesawat, pemerintah juga melakukan negosiasi dengan lessor untuk mengurangi harga sewa sampai dengan 40-50 persen. Tujuannya agar utang berkurang secara signifikan, di mana targetnya menjadi tinggal sekitar US$2,6 miliar atau setara Rp37,05 triliun.
Bersih-bersih lain dilakukan Erick pada Januari 2022 dengan melaporkan kasus korupsi di tubuh Garuda ke Kejaksaan Agung. Korupsi berkaitan dengan leasing pesawat.
Secara khusus Erick melaporkan jenis pesawat yang diduga dikorupsi adalah pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.
Korupsi ini berkaitan dengan kasus yang menyeret Direktur Utama Garuda ke-14 Emirsyah Satar.
Emirsyah Satar sendiri sebenarnya sudah menjadi terdakwa kasus korupsi. Ia didakwa menerima suap dari mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo sebesar Rp5,859 miliar dan sejumlah uang dalam bentuk dolar yakni US$884.200, EUR 1.020.975, dan Sin$ 1.189.208.
Suap itu diduga diberikan untuk melancarkan pengadaan mesin Rolls Royce terkait dengan perawatan pesawat.
Jaksa penuntut umum memperinci sejumlah pengadaan tersebut yakni Overall Care Program (TCP) mesin Rolls Royce Trent 700, pesawat airbus A330-300/200, airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pesawat bombardier CRJ 1.000, dan pesawat ATR 72-600.
Suap itu diduga diberikan untuk melancarkan pengadaan mesin Rolls Royce terkait dengan perawatan pesawat.
Jaksa penuntut umum merinci sejumlah pengadaan tersebut yakni Overall Care Program (TCP) mesin Rolls Royce Trent 700, pesawat airbus A330-300/200, airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pesawat bombardier CRJ 1.000, dan pesawat ATR 72-600.
Korupsi ini berawal dari kepemilikan enam unit pesawat Airbus A330 dari Garuda yang menggunakan mesin produksi Rolls Royce tipe Trent 700 dengan jumlah 15 unit mesin.
Emirsyah disebut menyepakati kontrak dengan Rolls Royce atas TCP terhadap mesin Rolls Royce Trent 700 untuk empat unit pesawat Airbus A330 yang disewa Garuda dari AerCap dan ILFC.
Emirsyah didakwa menerima uang sejumlah US$680 ribu dari Rolls Royce melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught World yang juga milik Soetikno.
Jaksa menyebut Emirsyah juga menerima uang atas pembelian pesawat airbus A330-300/200. Hal itu berawal dari pemesanan pembelian pesawat Airbus A330 yang jumlahnya meningkat sesuai amandemen perjanjian yang dibuat kedua pihak.
Garuda juga mengikat kontrak pembelian mesin Trent 700 dengan Rolls Royce untuk pesawat Airbus A330 dan penggunaan metode TCP untuk perawatan mesinnya.
Untuk memuluskan prosesnya, Soetikno memberi sejumlah uang kepada beberapa pejabat Garuda, termasuk Emirsyah, yang berasal dari komisi sebagai penasihat bisnis Rolls Royce dan Airbus.
Pada Juni 2024, Emirsyah dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Jaksa menuntut agar majelis hakim menyatakan Emirsyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer jaksa penuntut umum.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 27 Juni 2024.
Emirsyah juga didenda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar, yakni membayar uang pengganti sebesar US$86.367.019.
Dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita oleh jaksa untuk dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Laporan pada Kejaksaan Agung ini sendiri merupakan bagian dari aksi bersih-bersih BUMN yang tujuannya adalah untuk menyehatkan perusahaan negara. Tak lupa Kementrian BUMN juga bekerja sama dengan BPKP.
Tindak pidana yang dilakukan bersama itu disebut turut menguntungkan sejumlah korporasi yakni Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC).
Overall kerugian negara senilai US$609 juta itu jika dirupiahkan senilai Rp9,37 triliun dengan kurs rupiah kala dakwaan.