Pecah Kemenkeu, Prabowo Bakal Bentuk Badan Penerimaan Negara
Jakarta, CNN Indonesia —
Pemisahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi Kementerian Penerimaan Negara bakal dimulai dengan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).
Hal tersebut disampaikan Ketua Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) Anggawira. Ia menilai pembentukan kementerian baru di kabinet Prabowo Subianto tak mudah.
“Sebenarnya kalau langsung membentuk Kementerian (Penerimaan Negara) itu harus ada prasyarat-prasyaratnya. Bisa saja taktis dulu, sementara badan, nanti become ke kementerian kan bisa seperti itu,” kata Anggawira saat ditemui CNNIndonesia.com di bilangan Jakarta Pusat, Sabtu (28/9).
“Bisa saja Badan (Penerimaan Negara) dulu, baru berubah nanti jadi kementerian,” imbuhnya.
Anggawira menegaskan sejatinya badan atau kementerian selevel. Namun, badan, seperti Badan Gizi Nasional yang mengurusi makan free of charge berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Ia menyebut konsep ini juga serupa dengan sejarah terciptanya Kementerian Investasi. Cikal bakal kementerian itu berasal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Artinya kan prosesnya pembentukan badan lebih mudah dari kementerian … Saya pikir bukan orang baru (calon kepala Badan Penerimaan Negara), pastinya yang sudah berpengalaman,” jelas Anggawira.
“(Pembagian tugas dengan Kemenkeu) ada urusan keluar dan urusan masuk. Badan Penerimaan Negara mengurus yang masuk, nanti spending-nya Kemenkeu,” tutupnya.
Urgensi pembentukan BPN salah satunya adalah mengerek rasio pajak Indonesia ke 23 persen. Belakangan, juga ada kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen ke 12 persen yang disorot karena dirasa memberatkan.
Sementara itu Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi mengatakan dalam Diskusi Polemik Trijaya bahwa kenaikan PPN pada 2025 memang belum waktunya. Ini karena jumlah kelas menengah di Indonesia tengah anjlok.
“Saya berempati, saat ini kan tim Pak Prabowo yang sudah ada di seat kementerian, Pak Thomas Djiwandono (wakil menteri keuangan II) ini mungkin juga lagi pusing. Bagaimana cara untuk tetap melakukan belanja, di sisi lain tekanan fiskal tidak bertambah mudah, tapi bertambah sulit,” jelasnya.
“Beberapa aspirasi yang dititipkan kepada kami para ekonom adalah untuk price added tax (VAT), misalnya PPN tahun depan jangan dinaikkan dulu lah. Saya coba simulasikan nanti kalau jumlah heart elegance sudah 25 persen dari overall populasi, baru bisa kita naikkan jadi 12 persen,” saran Fithra.
Berdasarkan information Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kelas menengah memang turun.
Airlangga mengatakan saat ini heart elegance tersisa 17,13 persen. Jika rakyat Indonesia ada 270 juta, maka kelompok ini hanya mencapai 46,25 juta orang.
(hidup/mati)