Ray Dalio, Caddy Golfing yang Berubah Menjadi Orang Kaya Senilai Rp215 T
Jakarta, CNN Indonesia —
Sukses dan bisnis bisa dimulai dari mana saja. Termasuk dari kamar tidur.
Seperti itu juga yang dilakukan oleh Ray Dalio pada 1975 lalu. Memulai bisnis dari dua kamar apartemennya, kini ia berhasil menjadi orang kaya.
Forbes mencatat kekayaan Ray Dalio tembus US$14 miliar according to September ini.
Bila dirupiahkan dengan kurs Rp15.411 according to dolar AS, kekayaan itu tembus Rp215,76 triliun.
Lalu siapa sebenarnya Ray Dalio dan bagaimana dia bisa menjadi tremendous kaya raya seperti itu?
Mengutip berbagai sumber, Ray Dalio lahir pada 8 Agustus 1949 di New York. Ayahnya seorang musisi jaz bernama Marino Dallolio. Sementara mamanya adalah ibu rumah tangga biasa.
Karena latar belakang keluarga yang biasa saja itu, Ray Dalio pernah bekerja serabutan di masa kecilnya. Ia pernah memotong rumput, menyekop salju.
Pada usia 12 tahun, dia menjadi caddy, pramugolf yang membawakan tas peralatan permain golfing di The Hyperlinks Golfing Membership. Pekerjaan inilah yang kemudian menuntunnya ke kesuksesan.
Maklum, ia menjadi caddy bagi George Leib dan Donald Stott, dua pria yang memiliki koneksi dengan Wall Side road. Dari mereka lah, Dalio kecil belajar soal investasi dan bagaimana cara membangun koneksi.
Ia selalu mendengarkan topik pembicaraan dan selalu mempelajari apa yang dibahas oleh George Leib dan Donald Stott, termasuk soal strategi dalam berinvestasi. Yakin sudah memiliki ilmu berinvestasi, ia kemudian menyisihkan penghasilannya selama menjadi caddy US$300 untuk membeli saham Northeast Airways.
Itu merupakan harga saham termurah yang ia temukan saat itu. Pasalnya, harganya kurang dari US$5 according to saham. Dalio mengakui pertimbangan yang dipakainya saat berinvestasi untuk pertama kalinya itu bodoh.
Pasalnya, saham itu ia beli dari perusahaan yang hampir bangkrut.
“Benar-benar sangat bodoh dan beruntung. [Northeast Airlines] adalah satu-satunya perusahaan yang pernah saya dengar yang menjualnya dengan harga kurang dari $5 according to saham,” katanya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Tapi ternyata nasib berkata lain. Dalio justru untung besar karena saham yang ia beli, harganya naik tiga kali lipat.
Kesuksesan itu merupakan pencapaian luar biasa Dalio. Di saat remaja seusianya masih asyik minta uang jajan ke orang tua, ia justru sudah berhasil membangun portfolio investasi saham dengan nilai ribuan dolar AS.
Kesuksesan berinvestasi di usia muda itulah yang kemudian sedikit mengubah pandangannya untuk sekolah. Ia tidak lagi tertarik untuk belajar.
Yang ada di benaknya saat itu hanyalah hasrat untuk bermain di pasar modal. Karena perubahan pandangan itu; ia nyaris tak diterima di perguruan tinggi.
Namun, ia tetap melanjutkan kuliah dengan mengambil jurusan keuangan dan lulus pada 1971. Ia kemudian melanjutkan studinya ke Harvard Trade Schold dan meraih jelar MBA pada 1973.
Ia sebenarnya sempat bekerja di perusahaan usai kuliah. Namun, itu ia tak lakoni lama. Ia memilih untuk mendirikan Bridgewater Pals di dua kamar tidur apartemennya di New York.
Perusahaan ia mulai dengan sebuah entitas kecil dengan tujuan memperdagangkan komoditas. Namun, minimnya pengalaman membuat bisnis tersebut tak sesuai harapan
Meskipun gagal, Dalio tak menyerah. Dalio kemudian menggunakan nama Bridgewater untuk memulai usaha baru di bidang hedge fund.
Melalui perusahaan ini, pada awal Bridgewater, Dalio membantu investor dengan memberikan mereka cara mengelola investasi mereka secara aktif di pasar komoditas dan berjangka.
Ia juga membagikan pemikirannya soal investasi ke dalam riset harian bernama Bridgewater Day-to-day Observations. Riset berisi analisis soal tren pasar international ia kirim ke klien.
Kualitas riset yang bagus dan mendalam menarik sejumlah investor. Berkat upaya dan kepiawaiannya inilah kemudian Bridgewater mendapatkan sejumlah klien besar.
Salah satunya, McDonald’s. Mereka menandatangani kontrak menjadi klien perusahaannya. Tak hanya dengan McDonald’s, kerja sama juga ia berhasil lakukan dalam pengelolaan dana pensiun untuk Financial institution Dunia dan Eastman Kodal.
Nama Dalio makin terkenal di luar Wall Side road setelah mendapat untung dari gejolak pasar saham yang terjadi pada 1987. Gejolak pasar saham yang juga dikenal sebagai “Black Monday,” itu menjadi momen penting bagi Dalio dan Bridgewater untuk menunjukkan kepada para investor soal strategi jitu dalam berinvestasi.
Strateginya; fokus pada diversifikasi dan manajemen risiko. Strategi inilah yang membuat perusahaannya sukses mengatasi badai itu dengan lebih baik dibandingkan perusahaan lain. Peristiwa ini memperkuat kepercayaan klien kepada Dalio.
Sejak keberhasilan inilah, Bridgewater berkembang pesat. Sejumlah klien besar berhasil mereka genggam. Perusahaannya berhasil mengelola keuangan perusahaan besar, antara lain California Public Staff’ Retirement Gadget (CalPERS) senilai US$196 miliar, Pennsylvania State Staff’ Retirement Gadget (Penn SERS atau SERS) senilai US$27 miliar, Nationwide Australia Financial institution Ltd yang berbasis di Melbourne dan dana pensiun United Applied sciences Corp yang berbasis di Hartford, Connecticut.
Perkembangan itulah yang membuat bisnisnya membesar hingga menjadi hedge fund terbesar di dunia yang bisa mendatangkan banyak uang bagi kliennya. Tercatat, pada 2007 lalu, perusahaannya berhasil mengelola aset sebesar US$50 miliar, naik dari US$33 miliar dibanding tujuh tahun sebelumnya.
Pada 2021, pengelolaan aset Bridgewater melesat 3 kali lipat dibanding 2007 menjadi US$150 miliar sehingga Dalio menjadi orang tajir seperti sekarang ini.