Hadapi Krisis, RI Butuh Rp70 T untuk Simpan BBM-LPG Hingga 2035
Jakarta, CNN Indonesia —
Dewan Energi Nasional (DEN) memperkirakan Indonesia butuh Rp70 triliun untuk menyimpan BBM hingga Gas LPG sampai 2035 demi mengantisipasi krisis energi.
Cadangan energi ini diatur Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2024 tentang Cadangan Penyangga Energi yang terbit 2 September 2024.
Pasal 6 beleid tersebut merinci apa saja yang harus diamankan oleh pemerintah. PertamaBBM jenis bensin atau gas sejumlah 9,64 juta barel.
KeduaLPG sebanyak 525,78 ribu metrik ton. Ketiga, 10,17 juta barel minyak bumi.
“Lebih kurang (butuh) Rp70 triliun sampai 2035, disesuaikan dengan keuangan negara setiap tahun nanti, tergantung nanti kursnya berapa kita enggak tahu, tapi untuk hitungan kurs yang sekarang Rp70 triliun,” kata Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto usai detikcom Leaders Discussion board di Menara Financial institution Mega, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).
“Semua (kebutuhan Rp70 triliun mencakup semuanya). Jadi, kita hitung untuk biaya sewa, biaya infrastruktur, sama biaya komoditinya tiga jenis itu, semua,” tambahnya.
Djoko menegaskan tahap awal adalah mengajukan proposal untuk studi kelayakan (FS). Pemerintah bakal mengecek depot-depot energi mana saja yang punya kapasitas berlebih.
Lalu, pemerintah akan menginventarisasi tangki-tangki idle di Indonesia. Jika perlu perbaikan, akan didata berapa uang yang dibutuhkan.
Ia mengungkapkan ada dua lokasi utama yang disiapkan menjadi tempat penyimpanan CPE. Pertamadi dekat pelabuhan tempat masuknya minyak hingga LPG impor ke Indonesia.
KeduaDjoko menyoroti aduan bahwa kerap terjadi kekurangan pasokan energi di Indonesia timur. Ia menilai ini bisa menjadi opsi lain untuk menyimpan cadangan energi tersebut.
“Studi ini (melihat) di mana yang paling ekonomis, baru nanti dianggarkan. Masih cukup waktu sampai 2035 untuk memenuhi tadi (CPE) sesuai yang ada di perpres,” jelas Djoko.
Pria yang akrab disapa Djoksis itu menekankan CPE akan dipenuhi dari impor. Ini karena produksi dalam negeri yang sedikit sudah habis disalurkan untuk pemakaian sehari-hari.
DEN menegaskan aturan soal CPE menjadi yang pertama dibuat sejak Indonesia merdeka. Harapannya, stok tersebut bisa dimanfaatkan andai terjadi krisis, yakni selama 30 hari pemakaian.
“Kalau krisis kita pakai, tapi kalau tidak pakai usulan operasional saja.. Misalnya (CPE) sekarang 1 juta barel, kita pakai 500 ribu barel, nanti kita isi lagi 500 ribu barel. , “katanya.
“Bahaya kalau kita gak punya cadangan penyangga energi. Kalau kita punya cadangan, mereka (asing) menaikkan harga, kita pakai ini (CPE). Nanti ketika harga turun lagi kayak sekarang, kita isi lagi. Jadi, sangat strategis,” imbuh Djoksis.
Pemerintah punya alasan mengapa pemenuhan CPE secara bertahap hanya berlangsung sampai 2035. Djoko menegaskan tahun tersebut diasumsikan Indonesia sudah bebas impor energi.
Menurutnya, Indonesia di 2035 sudah beralih ke energi hijau, yakni bahan bakar nabati (BBN). Ini bisa dipenuhi dari sawit, tebu, ganggang, dan sumber nabati lainnya.
“Jadi, 2035 (bahan bakar) fosil sudah puncaknya tuh, habis itu kita (beralih ke BBN) … Goal kita adalah, kebijakan kita adalah, mengenolkan impor. Kalau ada apa-apa kita pakai cadangan yang ada di dalam negeri (CPE),” tandasnya.
(skt/agt)