Anak Kereta Tolak Subsidi KRL Berbasis NIK: Enggak Make Sense
Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah pihak mengkritik rencana pemerintah mengubah skema pemberian subsidi tiket KRL menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun depan.
“Saya pikir itu kebijakan terburuk masuk akal,” kata salah satu pengguna KRL, Tiara, kepada CNNIndonesia.comJumat (30/8).
“Sementara negara lain berlomba-lomba mensubsidi dan memperbaiki transportasi umum agar masyarakatnya betah naik transportasi umum, lah ini Bagaimana di Indonesia malah subsidinya dikotak-kotakan,” lanjutnya.
Ia mempertanyakan alasan pemerintah mengubah subsidi KRL berbasis NIK agar tepat sasaran. Menurutnya, penumpang KRL adalah kelas menengah bawah yang sudah selayaknya mendapatkan subsidi.
Tiara juga ragu nantinya kualitas pelayanan KRL bakal semakin baik jika subsidi hanya menyasar sejumlah kelompok dengan NIK tertentu.
“Kalau mau, tingkatkan dulu kualitas mobilnya, persingkat waktu tunggunya, perbanyak armadanya. Masih banyak mobil yang tidak menggunakan AC, waktu tunggunya juga sangat lama sehingga membuat penumpang menumpuk,” ujarnya.
Pengguna KRL lain, Trian mengaku khawatir kebijakan itu nantinya membuat harga tiket KRL naik. Naiknya harga tiket, kata dia, akan memberatkan masyarakat yang saat ini sudah tergencet masalah ekonomi mulai dari kenaikan harga sampai susahnya mencari pekerjaan.
Ia berharap pemerintah punya opsi terbaik apalagi KRL menjadi transportasi primadona bagi masyarakat di tengah kemacetan.
“Jika ujungnya ada kenaikan tarif mending ditunda dulu dan harus dikaji lebih dalam agar implementasinya justru tidak malah berantakan,” katanya.
Komunitas pengguna KRL yang tergabung dalam KRLMania juga menolak rencana tersebut. Pengurus KRLMania Nurcahyo menilai penerapan subsidi tarif berbasis NIK tidak akan menghasilkan kebijakan yang adil dan tepat sasaran.
Ia menegaskan konsep KRL sebagai layanan transportasi publik seharusnya tidak didasarkan pada kemampuan ekonomi atau domisili penggunanya.
Pasalnya, konsep subsidi transportasi publik berbeda dengan konsep bantuan sosial yang didasarkan pada kemampuan ekonomi.
Menurutnya, kebijakan subsidi berbasis NIK berisiko mengubah prinsip transportasi publik yang inklusif dan terbuka untuk semua kalangan.
“Oleh karena itu, KRLMania menolak usulan subsidi berbasis NIK karena bertentangan dengan esensi dari layanan publik,” ungkap Nurcahyo melalui keterangan resmi, Jumat.
Ia berpendapat kebijakan yang lebih baik adalah memperkuat aksesibilitas dan keberlanjutan layanan KRL untuk seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Menurutnya, jika pemerintah merasa perlu memberikan tarif khusus untuk kelompok tertentu, KRLMania merekomendasikan agar rujukan tarif khusus tersebut didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
Ia menilai UU tersebut telah memberikan pedoman yang jelas bahwa tarif khusus dapat diberikan kepada kelompok pelajar, lansia, dan penyandang disabilitas.
“Ini adalah kebijakan yang lebih adil dan terukur karena langsung menyasar kelompok yang rentan atau membutuhkan bantuan tarif tanpa mendiskriminasi pengguna lainnya,” katanya.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan rencana itu masih dalam pembahasan.
“Lagi dibahas, kita upayakan masyarakat tetap mendapatkan yang terbaik,” katanya di kompleks DPR, Kamis (29/8).
(yoa/akhir)