Gelisah-Marah Anak Kereta Subsidi Tiket KRL Diubah Jadi Berbasis NIK
Jakarta, CNN Indonesia —
Penumpang KRL Jabodetabek memprotes rencana pemerintah mengubah skema pemberian subsidi tiket KRL menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) mulai tahun depan.
Saat ini skema subsidinya berbasis pengurangan tarif. Wacana ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.
“Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” tulis Buku Nota II yang dikutip pada Rabu (28/8).
Tiara, salah satu pengguna KRL, memprotes keras rencana pemerintah mengkotak-kotakan pengguna KRL. Menurutnya, rencana pemerintah tersebut tak masuk akal.
“Saya pikir itu kebijakan terburuk masuk akal. Sementara negara lain berlomba-lomba mensubsidi dan memperbaiki transportasi umum agar masyarakatnya betah naik transportasi umum, Ini dia di Indonesia malah subsidinya dikotak-kotakan,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (30/8).
Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah mengubah subsidi KRL berbasis NIK agar tepat sasaran. Menurutnya, penumpang KRL adalah kelas menengah bawah yang sudah selayaknya mendapatkan subsidi.
Ia pun ragu nantinya kualitas pelayanan KRL akan semakin baik jika subsidi hanya menyasar sejumlah kelompok dengan NIK tertentu.
“Kalau mau, tingkatkan dulu kualitas mobilnya, persingkat waktu tunggunya, perbanyak armadanya. Masih banyak mobil yang tidak menggunakan AC, waktu tunggunya juga sangat lama sehingga membuat penumpang menumpuk,” ujarnya.
Tiara menilai kalau diberlakukan kebijakan ini justru menambah beban kelas menengah. Ia menilai yang tidak tepat adalah kebijakan pemerintah memberikan subsidi bagi orang kaya untuk membeli kendaraaan listrik.
“Makanya, menurutku ini akan sangat tidak adil. Kita (kelas menengah) pajak ditarikin terus tapi enggak ada satupun hal yang berasa bermanfaat dari pajak kita,” katanya.
Protes juga disampaikan penumpang KRL bernama Trian. Ia khawatir kebijakan ini nantinya membuat harga tiket KRL naik. Dan kalau kekhawatiran itu benar katanya, itu tentu akan memberatkan kehidupan masyarakat sepertinya yang saat ini tergencet banyak masalah ekonomi mulai dari kenaikan harga sampai susahnya mencari pekerjaan.
Ia berharap pemerintah punya opsi terbaik apalagi KRL menjadi transportasi primadona bagi masyarakat di tengah kemacetan.
“Jika ujungnya ada kenaikan tarif mending ditunda dulu dan harus dikaji lebih dalam agar implementasinya justru tidak malah berantakan,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Diva. Sebagai pengguna KRL ia merasa kecewa dengan rencana penyaluran subsidi KRL berdasarkan NIK.
“Atas dasar apa itu dibuat? Kan itu sudah membantu masyarakat banget ya. Kenapa kita yang kemudian dikorbankan dengan kebijakan semacam ini?” katanya.
Ia mengatakan KRL sangat membantunya di tengah biaya hidup semakin mahal dan pendapatan yang tak mengalami kenaikan. Namun jika tarif KRL harus naik, ia berharap maksimal menjadi Rp5.000 dari saat ini Rp3.000 untuk 25 kilometer pertama.
“Pol mentok cuman Rp5.000,” katanya.
(fby/tanggal)