DPR meminta pemerintah untuk memperhatikan kelas menengah agar tidak terjadi krisis seperti 1998.

DPR Minta Pemerintah Urus Kelas Menengah, Ingatkan Pemicu Krisis 1998




Jakarta, CNN Indonesia

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit meminta pemerintah untuk memperhatikan kelas menengah.

Hal itu ia sampaikan dalam rapat kerja dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Financial institution Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pusat Statistik (BPS).

“Fiskalnya untuk intervensi masing-masing kelas apa? Selama ini yang paling banyak adalah miskin, rentan miskin. Bahwa bansos perlu, ya kelas menengah juga perlu diurus,” katanya.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Dolfie mengatakan tak hanya kelas bawah, kelas atas juga banyak mendapat insentif fiskal dari Kemenkeu, BI, dan OJK.

Karena itu, ia meminta penjelasan intervensi pemerintah serta alokasi anggaran untuk masing-masing kelas.

“Supaya kita lihat keberpihakan pemerintah di mana sebenarnya,” imbuhnya.

Ia mengatakan jika kelas menengah tidak diperhatikan maka bukan tidak mungkin terjadi krisis seperti pada 1998. Krisis saat itu katanya terjadi karena ekonomi kelas menengah terganggu.

“(Tahun) 98 kan karena kelas menengahnya yang terganggu, bukan karena kelas atas dan bawah,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, BPS memaparkan jumlah kelas menengah menurun sejak 2019 hingga 2024.

Pada 2019, jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari overall penduduk. Kemudian turun menjadi 53,83 juta atau 19,82 persen.

Jumlah kelas menengah terus turun menjadi 48,27 juta atau 17,44 persen pada 2023. Kemudian turun menjadi 47,85 juta atau 17,13 persen.

“Jumlah dan persentase penduduk kelas menengah mulai menurun pasca pandemi, sebaliknya jumlah dan persentase penduduk menuju kelas menengah meningkat,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam paparannya.

Amalia memaparkan jumlah kalangan menuju kelas menengah justru naik. Pada 2019, jumlahnya tercatat sebanyak 128,85 juta atau 48,2 persen. Kemudian naik menjadi 137,5 juta atau 49,22 persen pada 2024.

Ia menjelaskan kriteria kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya berkisar 3,5 – 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Financial institution Dunia atau sekitar Rp2.040.262 – Rp9.909.844 in line with kapita in line with bulan.

Sementara, kriteria menuju kelas menengah pengeluarannya berkisar 1,5 – 3,3 kali garis kemiskinan atau sekitar Rp874.398 – Rp2.040.262 in line with kapita in line with bulan.

Amalia mengatakan modus pengeluaran kelas menengah sebesar Rp2.056.494, artinya penduduk kelas menengah memang cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah yang sebesar Rp2.040.262.

“Hal tersebut mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas dan rentan untuk jauh ke kelompok menuju kelas menengah bahkan rentan miskin,” kata Amalia dalam paparannya.

[Gambas:Video CNN]

(fby/pta)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *