LPEI mendorong perajin produk lidi nipah dan lidi sawit lokal untuk cermat memanfaatkan peluang di pasar global karena Indonesia memiliki potensi besar.

LPEI Dorong Produk Lidi Limbah Sawit Indonesia Jadi Sumber Devisa




Jakarta, CNN Indonesia

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mendorong para perajin produk lidi nipah dan lidi sawit lokal untuk memanfaatkan peluang di pasar international dengan cermat.

Senior Economist LPEI, Donda Sarah Hutabarat menyampaikan, dorongan itu lahir karena permintaan dunia terhadap produk lidi nipah dan lidi sawit Indonesia yang bertumbuh positif pada 2023. Information Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah tim Economist LPEI memperlihatkan nilai ekspor kedua produk itu meningkat 11,44 persen year-on-year (yoy), mencapai US$29,32 juta dari US$26,31 juta pada 2022.

Pada saat bersamaan, quantity ekspor pada 2023 meningkat 15,97 persen yoy mencapai 70,08 ribu ton dari 60,43 ribu ton (2022). Adapun dua negara tujuan ekspor utama adalah India dan Pakistan, dengan masing-masing nilai mencapai US$17,04 juta dan US$6,17 juta pada 2023.

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Donda menegaskan, ada peluang ekspor ke negara-negara dengan permintaan tinggi seperti Pakistan, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, dan Iran.

“Melihat realisasi nilai ekspor Semester I-2024 maka nilai ekspor menunjukkan penurunan hingga akhir 2024, terutama ke India, Jepang, dan Tiongkok. Technology suku bunga tinggi melemahkan sektor properti international dan mengurangi permintaan produk furnitur dan house decor, konsumen cenderung memilih produk esensial,” kata Donda.

Selama 5 tahun terakhir, neraca perdagangan lidi nipah dan lidi sawit Indonesia selalu mencatatkan surplus, pada 2023 mencapai US$29,14 juta, dan US$26,27 juta pada 2022.

Adapun knowledge World Industry Centre (ITC) melalui trademap menyampaikan, pada 2023, Indonesia berada di peringkat kedua sebagai negara eksportir utama lidi sipah dan lidi sawit di dunia dengan porsi 12,42 persen terhadap overall ekspor dunia, setelah Tiongkok (20,90 persen).

Hingga saat ini, nilai ekspor lidi sawit dan lidi nipah Indonesia pada periode Januari-Juni 2024 mencapai US$10,18 juta atau turun 27,59 persen yoy dari US$14,06 juta pada periode yang sama tahun 2023. Hal ini sejalan dengan penurunan di sisi quantity, yang mencapai 26,6 ribu ton atau turun 18,91 persen yoy dari 32,8 ton pada periode yang sama tahun 2023.

Sementara, penurunan ekspor paling dalam dicatatkan ke India, Jepang, dan Tiongkok. Di tengah tren penurunan, ekspor lidi sawit dan lidi nipah Indonesia masih mencatatkan peningkatan, seperti ke Pakistan, Filipina, dan Vietnam.

“Ada peluang ekspor ke negara dengan permintaan meningkat seperti Pakistan, Filipina, Vietnam, Korea Selatan, dan Iran. Indonesia sebagai salah satu produsen utama diharapkan dapat memanfaatkan peluang ini dengan memperluas jaringan distribusi dan meningkatkan kualitas produk di pasar non-tradisional,” ujar Donda.

Kisah Rianto Aritonang, Eksportir Lidi Nipah dan Lidi Sawit

Rianto Aritonang adalah salah satu eksportir lidi nipah dan lidi sawit, yang sekaligus merupakan pemilik CV Kahaka Internasional, juga alumni program Training Program New Exporters (CPNE) LPEI 2020.

Setelah melalui program pendampingan dari LPEI, Rianto berhasil membuka ekspor lidi sawit yang berasal dari limbah dengan tujuan Pakistan, India, Nepal, Vietnam, Singapura, dan Bangladesh, dengan rata-rata ekspor 12 hingga 15 kontainer in line with bulan.

Pada periode 2020-Juni 2024, CV Kahaka Internasional melakukan ekspor 622 kontainer senilai ekspor US$3,5 juta. Sementara guna memenuhi permintaan ekspor, Rianto memanfaatkan Kredit Modal Kerja Ekspor Penugasan Khusus Ekspor (PKE) UKM LPEI.

Penugasan Khusus Ekspor (PKE) yang dipercayakan pada LPEI berfungsi untuk menyediakan pembiayaan, penjaminan dan/atau asuransi kepada kegiatan ekspor yang secara komersial sulit untuk dilaksanakan, tetapi dianggap perlu untuk menunjang kebijakan ekspor nasional.

“Satu kontainer itu dapat memuat hingga 25 ton lidi senilai Rp130-150 juta in line with kontainer. Lidi-lidi tersebut nanti diolah lagi di negara tujuan menjadi sapu lidi siap pakai. Kami juga ekspor sapu lidi siap pakai ke Singapura dengan harga Rp10-12 ribu in line with buah, yang dijual kembali oleh pihak distributor seharga SGD2 in line with buah atau sekitar Rp20-25 ribu,” papar Rianto.

Rianto mengisahkan, kegiatan ekspor lidi sawit bermula ketika melihat teman-temannya kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19. Rianto yang tumbuh besar di perkebunan kelapa sawit dan memiliki pengalaman kerja sebagai engineer di industri perkapalan mulai menggali bisnis ekspor.

Peluang pertama dia tangkap dari ekspor buah pinang ke negara-negara Asia Selatan. Dari sana, Rianto kemudian mengeksplorasi peluang ekspor lain, salah satunya pelepah sawit yang selalu terbuang dalam setiap panen.

“Saya berbicara dengan pembeli dan meyakinkan mereka untuk mencoba lidi sawit. Pada November 2020, kami berhasil ekspor perdana ke India dan ternyata mereka suka,” katanya.

Rianto menjelaskan, secara kekuatan, lidi sawit tidak jauh berbeda dari lidi pohon kelapan, dengan biayanya 20 persen lebih murah. Lidi sawit pun selalu tersedia karena panen dilakukan dua minggu sekali, sehingga ada jaminan pasokan bahan baku yang lebih ramah lingkungan.

Di lapangan, ekspor lidi sawit tak hanya berkontribusi terhadap pengurangan limbah, tetapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan petani sawit mitra CV Kahaka Internasional.

Guna memenuhi bahan baku lidi sawit, CV Kahaka Internasional bermitra dengan lebih dari 300 petani sawit di 15 lokasi di Pulau Sumatera dan Jawa, seperti di Siantang, Dumai, Lampung, dan Pemalang.

“Kalau melihat dulu, petani hanya mengambil brondolan sawit. Sekarang mereka juga mengambil pelepah untuk diambil lidinya. Sehari petani dapat membawa 15-20 kilogram pelepah sawit untuk diambil lidinya sehingga mendapatkan pendapatan tambahan sekitar Rp60-80 ribu in line with hari,” kata Rianto.

Ke depannya, Rianto berencana melanjutkan perluasan pasar ekspor lidi sawit ke negara-negara Eropa dan Australia yang memprioritaskan produk ramah lingkungan. Saat ini, CV Kahaka Internasional dengan dibantu oleh LPEI dan lembaga pemerintah lain tengah memperkuat hubungan dengan konsumen Eropa dan Australia untuk penetrasi pasar ekspor ke negara-negara baru.

“Kami juga sudah memulai ekspor abu limbah janjang sawit atau tankos ke Taiwan hingga dua kontainer setiap bulannya. Abu tankos mengandung kalium hingga 40% dan dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah,” kata Rianto.

Lebih lanjut, Rianto membagikan pointers bagi pelaku usaha yang ingin memulai ekspor. Salah satunya, mengikuti program CPNE LPEI.

“Ekspor itu tidak mudah tetapi tidak sesulit yang dibayangkan. Bergabung dengan komunitas ekspor dan mengikuti program CPNE LPEI merupakan langkah awal untuk belajar. Mulai petakan komoditas apa yang memiliki nilai ekspor dan do exactly it, pada akhirnya nanti akan naik kelas menjadi eksportir,” ujarnya.

(bereaksi/tertawa)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *