Besar Pajak Tiket Pesawat yang Bikin Harganya Mahal
Jakarta, CNN Indonesia —
Pajak tiket pesawat disebut menjadi salah satu penyebab harganya mahal.
Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tiket pesawat Indonesia menjadi yang termahal kedua di dunia.
“Dibandingkan dengan negara-negara Asean dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil,” ucap Luhut di Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, Kamis (11/7).
Perjalanan udara memang dikenakan pajak, yakni pajak pertambahan nilai (PPN). Ini sudah diatur sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diterbitkan.
Pada pasal 5 beleid tersebut, jasa angkutan umum di udara tak masuk dalam pengecualian kelompok yang tidak dipungut PPN. Sedangkan jasa angkutan umum di darat dan di air bebas dari pajak.
Ini dipertegas dalam penjelasan pasal 13 PP Nomor 144 Tahun 2000.
“Jasa angkutan umum di darat dan di air tidak dikenakan pajak pertambahan nilai, sedangkan jasa angkutan udara dikenakan pajak pertambahan nilai,” tegas beleid tersebut, dikutip Kamis (8/8).
“Namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan PPN, karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar daerah pabean,” sambung penjelasan itu.
Berdasarkan pasal 7 ayat 1 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif PPN adalah 11 persen. Ini berlaku sejak 1 April 2022.
Bahkan, di pasal 7 ayat 1 huruf b dijelaskan bahwa tarif PPN bakal naik ke 12 persen, di mana mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025. Dengan begitu, pajak untuk jasa angkutan udara juga bakal membuat tiket pesawat makin mahal.
Oleh karena itu, Kepala Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan Robby Kurniawan mengusulkan agar pajak atas tiket pesawat dihapuskan. Terlebih, moda transportasi lain di darat dan laut sudah sejak lama bebas PPN.
“Mengusulkan penghapusan pajak tiket untuk pesawat udara sehingga tercipta equivalent remedy atau kesetaraan perlakuan dengan moda transportasi lainnya yang telah dihapuskan pajaknya,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (2/8).
Avtur juga kena PPN
Di lain sisi, bahan bakar pesawat juga dikenakan pajak. Avtur dipungut PPN 11 persen, sesuai UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Pada beleid tersebut dijelaskan mengenai barang kena pajak. Pada pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1983, penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean alias seluruh wilayah Indonesia dikenakan PPN.
Pembebasan PPN avtur hanya berlaku untuk penerbangan internasional. Ini pun baru ditetapkan pada PP Nomor 26 Tahun 2005 yang kemudian diperbaharui dalam PP Nomor 71 Tahun 2012.
“Penyerahan avtur kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional untuk keperluan angkutan udara luar negeri diberikan fasilitas berupa tidak dipungut pajak pertambahan nilai,” bunyi pasal 1 ayat 1 PP Nomor 71 Tahun 2012.
Penyerahan avtur untuk penerbangan domestik juga tidak masuk dalam pengecualian barang kena pajak (BKP) yang dianggap strategis. Pada pasal 6 PP Nomor 49 Tahun 2022 ada sederet BKP yang impor dan penyerahannya bebas PPN, seperti minyak mentah; fuel alam cair (LNG); komponen belum dibuat dalam negeri yang diimpor BUMN Pertahanan; hingga senjata dan peralatan militer yang diimpor TNI.
Sedangkan impor atau penyerahan avtur untuk penerbangan domestik tidak disebutkan dalam BKP yang dikecualikan dari PPN tersebut. Dengan begitu, perusahaan harus tetap membayar PPN avtur dan membuat biaya penerbangan semakin bengkak.
(sfr/sfr)