3 Biang Kerok Daya Beli Orang Indonesia Melemah Versi Bos BCA
Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Utama PT Financial institution Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja menilai setidaknya ada tiga faktor penyebab menurunnya daya beli masyarakat.
Pertama, menurut Jahja, maraknya judi on-line (judol) yang membuat masyarakat kehilangan banyak uang.
“Orang sudah hopeless, judol. Bahkan financial institution dibawa-bawa. Cara judol ada e-wallet, ada tunai banyak sekali tidak terdetect. Ini menggerogoti daya beli masyarakat,” ujar Jahja saat menghadiri BCA UKM Fest di Mal Kota Kasablanka, Rabu (7/8).
Keduaberkurangnya diskon yang ditawarkan belanja on-line. Jahja menuturkan dalam beberapa tahun lalu, platform belanja on-line menawarkan banyak diskon.
Fenomena tersebut pun dikenal sebagai bakar uang dari e-commerce agar belanja bergairah.
“Ini masuk dan bakar duit, tahun 2022 dibakar Rp80 triliun yang menikmati heart magnificence, tapi banyak decrease magnificence dapat source of revenue, ada daya beli subsidi not directly,” tutur Jahja.
Namun, saat ini diskon tersebut sudah mulai berkurang. Imbasnya, masyarakat harus berbelanja on-line dengan biaya lebih tinggi. Karenanya, daya beli pun menurun.
Ketiga, berkurangnya jumlah pinjaman on-line (pinjol) ilegal. Jahja menuturkan pada saat covid-19 melanda, keberadaan pinjol ilegal marak di Indonesia.
Oleh karena itu, banyak masyarakat yang meminjam uang. Jahja mencontohkan ada satu orang yang bisa meminjam dana pada 20 pinjol sekaligus.
Hal itu terjadi lantaran ia gali lobang tutup lobang. Dengan kata lain, saat ia tidak bisa membayar hutang di satu pinjol, iaakan meminjam ke pinjol lain untuk membayar tagihan.
Di sisi lain, ini memang merugikan masyarakat. Kendati, secara tidak langsung daya beli cuku kuat.
Namun, saat ini pinjol ilegal sudah diberantas oleh Otorita Jasa Keuangan (OJK). Oleh karena itu, daya beli juga cukup terkikis.
Penurunan daya beli tengah terjadi di Tanah Air. Ada beberapa faktor yang mendukung, pertama deflasi yang tercatat tiga bulan berturut-turut. Kedua, menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktur masuk ke zona kontraksi.
Ketiga, terjadi banyak PHK akibat melemahnya permintaan sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun.
Information Mandiri Spending Index menunjukkan tabungan konsumen menengah dengan nilai Rp1 juta hingga Rp10 juta, turun dari kisaran 100 pada Januari 2023 menjadi 96,6 pada Mei 2024.
Fenomena makan tabungan paling dalam terjadi pada April 2024, yakni di degree sekitar 90-an.
Berdasarkan information financial institution pelat merah itu, indeks daya beli kelas menengah turun dari degree 130-an pada Januari 2023 menjadi 122,7 pada Mei 2024.
Tanda-tanda pelemahan daya beli terlihat dari deflasi yang selama tiga bulan terakhir. Tercatat, deflasi Mei -0,03 persen (yoy), -0,08 persen pada Juni dan -0,18 persen pada Juli.
(sfr/sfr)