Sri Mulyani menyebut fokus isu di G20 Brazil antara lain ekonomi global, inklusi keuangan, perpajakan internasional hingga pembiayaan iklim.

‘Oleh-Oleh’ Sri Mulyani dari G20 Brazil




Jakarta, CNN Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri pertemuan ketiga Menkeu dan Gubernur Financial institution Sentral negara G20 (Menteri Keuangan dan Gubernur Financial institution Sentral/FMCBG) di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024.

Dalam pertemuan itu, ia menjabarkan beberapa hal yang menjadi prioritas dan perhatian negara G20.

Isu-isu yang diangkat dalam pertemuan tersebut utamanya yakni ekonomi world, sektor keuangan dan inklusi keuangan, perpajakan internasional, pembiayaan iklim dan pembangunan berkelanjutan, arus modal, utang world, dan reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN DENGAN KONTEN

Diskusi difokuskan juga pada pengaruh risiko ekonomi jangka menengah pada ekonomi world, dampak fluktuasi nilai tukar dan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta strategi kebijakan makroekonomi yang diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan.

Sri Mulyani pun menekankan pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk menghadapi tantangan world seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan.

Ia juga mengingatkan pentingnya kerja sama world untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi dan iklim yang semakin kompleks.

Menurutnya, diperlukan strategi terintegrasi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak.

“Tantangan terbesar kita adalah penggunaan energi dan lahan hutan yang paling mahal dalam pembiayaan. Kita perlu terus membangun proyek-proyek energi, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah,” ucap Sri Mulyani melalui keterangan resmi.

Pada sesi perpajakan internasional, Sri Mulyani menyoroti pentingnya mencapai kesepakatan pada Pilar Satu untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar.

Ia menilai gagalnya pencapaian kesepakatan multilateral dapat menyebabkan tindakan unilateral yang berpotensi mengakibatkan pajak berganda dan merugikan ekonomi world.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan.

“Serta pentingnya kerjasama internasional dalam pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi,” jelas Sri Mulyani.

Sementara terkait dengan pembangunan berkelanjutan, ia menyampaikan Indonesia akan memperkuat kerangka pembiayaan keanekaragaman hayati nasional. Selain itu, Indonesia juga akan menutup kesenjangan pembiayaan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Disamping itu, Indonesia juga menyambut baik diskusi tentang penerapan utang untuk iklim (debt-for-climate switch) guna membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara.

Saat ini, kata Sri Mulyani, Indonesia telah berhasil menerapkannya dengan menandatangani pertukaran utang untuk alam senilai US$35 juta pada 3 Juli 2024 lalu untuk melindungi ekosistem terumbu karang Indonesia.

Kemudian dalam pembahasan pembiayaan pembangunan dan reformasi MDBs, FMCBG mendiskusikan bahwa Reformasi MDBs merupakan keharusan. Ini agar tetap relevan dan efektif dalam mendukung para anggotanya termasuk untuk kebutuhan implementasi Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Framework/CAF) yang lebih besar, baik, dan efektif.

Sri Mulyani mendorong koordinasi dan integrasi kebijakan dan proses pengadaan di seluruh MDBs serta menyederhanakan proses dukungan pendanaan.

Menurutnya, MDBs juga harus meningkatkan representasi negara-negara berkembang termasuk dalam hal keterwakilan staf yang akan berperan penting untuk implementasi proyek yang lebih efektif dan memberikan wawasan tentang konteks dan budaya lokal.

[Gambas:Video CNN]

(mrh/pta)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *